bintang

Marhaban

Jadwal Shalat

Salam

Berlomba-lombalah dalam kebaikan. Bukan HANYA mengkritik orang yang berbuat kebaikan. Jika kebaikan yang kita lakukan, maka kita akan mendapatkan kebaikan pula. Itu pasti, itu janji Allah SWT

Assalam

Image and video hosting by TinyPic Image and video hosting by TinyPic Image and video hosting by TinyPic

Selasa, 21 Januari 2014

HADIS TENTANG RISYWAH (SUAP)


HADIS TENTANG RISYWAH
A.    Pendahuluan
Pada dasarnya, syariat selalu mendorong naluri manusia untuk berusaha, hal itu tidak saling bertentangan dan tidak boleh dipertentangkan. Mencari rizki dengan menjadi pegawai negeri maupun swasta adalah sesuatu yang halal. Akan tetapi, fenomena yang kita saat ini, tidak jarang seorang pegawai menghadapi hal-hal yang haram atau makruh dalam pekerjaannya tersebut. Di antaranya, disebabkan munculnya suap, sogok menyogok atau pemberian uang diluar gaji yang tidak halal mereka terima. Bagaimana tinjauan syariat dalam masalah ini?

Dalam bahasa Indonesia, istilah Risywah diartikan dengan suap, sogok atau memberi uang pelicin. Risywah (رشوةِِِِِِِِِِِِِِِِِِِِِِِِِ) berasal dari kata rasyâ (رشا) yang berarti الجعل (menyuap). Secara istilah disebut “Memberi uang dan sebagainya kepada petugas (pegawai), dengan harapan mendapatkan kemudahan dalam suatu urusan”[1].
Dalam kitab Al Halal wa Al Haram, Yusuf Al Qaradhawi menyatakan:
ومن أكل أموال الناس بالباطل أخذ الرشوة، وهي ما يدفع من مال إلى ذي سلطان أو وظيفة عامة ليحكم له أو على خصمه بما يريد هو أو ينجز له عملاً أو يؤخر لغريمه عملاً، وهلمّ جرا.[2]
Siapa yang memakan harta orang lain dengan jalan bathil, maka ia telah melakukan sogokan, yaitu harta yang diberika seseorang kepada penguasa atau pegawai untuk memenangkan perkaranya atau mengalahkan orang lain dalam suatu perkara sesuai keinginannya.
Dalam al Quran, suap ini diungkapkan dengan kata “السحت”, sebagaimana terdapat dalam surat Al Maidah ayat 42, 62 dan 63:
سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ أَكَّالُونَ لِلسُّحْتِ فَإِنْ جَاءُوكَ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ أَوْ أَعْرِضْ عَنْهُمْ وَإِنْ تُعْرِضْ عَنْهُمْ فَلَنْ يَضُرُّوكَ شَيْئًا وَإِنْ حَكَمْتَ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِالْقِسْطِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ (المائدة: ٤٢)
Risywah merupakan fenomena yang tidak asing dalam masyarakat kita. Banyak istilah yang digunakan untuk masalah ini, seperti dari ucapan terima kasih, parsel, money politik, uang pelicin, pungli dan lain sebagainya.
Dalam pandangannya, masyarakat masih beranggapan bahwa risywah bukan sebuah kejahatan, tetapi hanya kesalahan kecil. Sebagian lain, walaupun mengetahui bahwa risywah adalah terlarang, namun mereka tidak peduli dengan larangan tersebut. Apalagi karena terpengaruh dengan keuntungan yang didapatkan. 
Di pihak lain masyarakat menganggap risywah itu sebagai hadiah atau tanda terima kasih. Bahkan ada yang beranggapan sebagai uang jasa atas bantuan yang telah diberikan seseorang, sehingga mereka tidak merasakan hal itu sebagai sebuah kesalahan atau pelangaran apalagi kejahatan. 
Risywah ini sudah menjadi rahasia umum, betapa banyak risywah yang diberikan untuk mendapatkan pekerjaan, terutama menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), anggota polisi dan tentara, dan malah di dunia pendidikan pun hal ini terjadi. Nampaknya hal ini memerlukan kajian yang mendalam, agar umat memahami dan mengerti dengan baik sehingga mereka berbuat sesuai dengan ajaran Islam. Makalah ini akan berusaha mengkaji persoalan ini sesuai dengan pemahaman hadis yang ditemukan. Namun demikian pemakalah masih sangat mengharapkan masukan dari Bapak Dosen dan rekan-rekan mahasiswa untuk memperdalam kajian ini.


B.     Pembahasan
1.      Hadis-hadis tentang Risywah
a.      Pencarian Hadis
Hadis-hadis tentang Risywah ini dilacak dengan menggunakan Software Maktabah Syamilah versi 3.51 dengan menandai seluruh kitab-kitab hadis yang tergolong pada al Kutub al Tis’ah, dan beberapa kitab lainnya di luar al Kutub al Tis’ah.
1)      Pencarian dengan kata-kata “الرشوة
Hadis-hadis yang ditemukan dengan menggunakan kata kunci ini adalah:
a)      Muwattha’ Malik, hadis nomor 584:
مَالِكٌ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ يَسَارٍ؛ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَبْعَثُ عَبْدَ اللهِ بْنَ رَوَاحَةَ إِلَى خَيْبَرَ. فَيَخْرُصُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ يَهُودِ خَيْبَرَ. قَالَ، فَجَمَعُوا لَهُ حُلْياً مِنْ حَلْيِ نِسَائِهِمْ. فَقَالُوا: هذَا لَكَ. وَخَفِّفْ عَنَّا. وَتَجَاوَزْ فِي الْقَسْمِ. فَقَالَ عَبْدُ اللهِ بْنُ رَوَاحَةَ: يَا مَعْشَرَ يَهُودَ، وَاللهِ إِنَّكُمْ لَمِنْ أَبْغَضِ خَلْقِ اللهِ إِلَيَّ وَمَا ذَاكَ بِحَامِلِي عَلَى أَنْ أَحِيفَ عَلَيْكُمْ. فَأَمَّا مَا عَرَّضْتُمْ مِنَ الرُّشْوَةِ فَإِنَّهَا سُحْتٌ. وَإِنَّا لاَ نَأْكُلُهَا. فَقَالُوا: بِهذَا قَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ. (مالك)[3]
b)      Shahih al Bukhari, Bab “مَنْ لَمْ يَقْبَلِ الهَدِيَّةَ لِعِلَّةٍ”:
وَقَالَ عُمَرُ بْنُ عَبْدِ العَزِيزِ: «كَانَتِ الهَدِيَّةُ فِي زَمَنِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَدِيَّةً، وَاليَوْمَ رِشْوَةٌ» (البخاري بَابُ مَنْ لَمْ يَقْبَلِ الهَدِيَّةَ لِعِلَّةٍ) [ش (الهدية) أي للنبي صلى الله عليه وسلم وأبي بكر وعمر رضي الله عنهم. (واليوم رشوة) إذا أعطيت للحكام والموظفين][4]
2)      Pencarian dengan kata-kata “السحت
Hadis-hadis yang ditemukan dengan menggunakan kata kunci ini hanya terdapat dalam sunan Al Darimi, hadis nomor 2818:
أَخْبَرَنَا حَجَّاجُ بْنُ مِنْهَالٍ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُثْمَانَ بْنِ خُثَيْمٍ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ سَابِطٍ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «يَا كَعْبُ بْنَ عُجْرَةَ، إِنَّهُ لَنْ يَدْخُلَ الْجَنَّةَ لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ» (الدارمي)[5]
3)      Pencarian dengan kata-kata “الراشي و المرتشي والرائش
Hadis-hadis yang ditemukan dengan menggunakan kata kunci ini adalah:
a)      Musnad Ahmad bin Hanbal, hadis nomor 6532:
حدثنا وكيع حدثنا ابن أبي ذئب عن خاله الحرث بن عبد الرحمن عن أبي سَلَمَةَ بن عبد الرحمن عن عبد الله بن عمرو، قال: لعن رسول الله صلي الله عليه وسلم الرَّاشِيَ والمرتشي.[6]
Hadis serupa juga ditemukan dalam kitab-kitab lainnya, seperti yang terdapat dalam Musnad Ahmad bin Hanbal, hadis nomor 6778, 6779, 6830, dan 6984, Sunan Abi Daud, Bab “بَابٌ فِي كَرَاهِيَةِ الرَّشْوَةِ” hadis nomor 3580, Sunan Al Tirmidzi, Bab “بَابُ مَا جَاءَ فِي الرَّاشِي وَالمُرْتَشِي فِي الحُكْمِ” hadis nomor 1336 dan 1337, Sunan Ibni Majah, hadis nomor 2313, Musnad Al Bazzar, hadis nomor 1037 dan 8673, Shahih Ibnu Hibban, hadis nomor 5076, dan 5077, Sunan Kubra Baihaqi, hadis nomor 20478, Mustadrak Hakim, hadis nomor 7066, dan 7067, Mu’jam Al Kabir Tabrani, hadis nomor 951, dan Mu’jam Al Saghir Tabrani, hadis nomor 58.
Dalam Musnad Ahmad bin Hanbal, terdapat tambahan lafazالرائش, yang terdapat pada hadis nomor 22399:
حَدَّثَنَا الْأَسْوَدُ بْنُ عَامِرٍ، حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ يَعْنِي ابْنَ عَيَّاشٍ، عَنْ لَيْثٍ، عَنْ أَبِي الْخَطَّابِ، عَنْ أَبِي زُرْعَةَ، عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ: " لَعَنَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ وَالرَّائِشَ " يَعْنِي: الَّذِي يَمْشِي بَيْنَهُمَا (أحمد بن حنبل رقم: 22399)[7]

b.      Klasifikasi Hadis
Hadis-hadis tentang Risywah ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1)      Risywah (Sogokan) merupakan perbuatan yang dilaknat Allah SWT:
a)      Hadis yang menggunakan lafaz “لَعْنَةُ اللهِ
حدثنا أبو نعيم حدثنا ابن أبي ذئب عن الحارث بن عبد الرحمن عن أبي سَلَمة عن عبد الله بن عمرو، قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "لعنةُ الله على الراشي والمرتشي". (أحمد بن حنبل رقم: 6984)[8]
Hadis serupa juga didapatkan dalam Sunan Ibn Majah, hadis nomor 2313.[9]

b)      Hadis yang menggunakan lafaz “لَعَنَ اللهُ
فَحَدَّثَنَاهُ أَبُو عَوْنٍ مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ مَاهَانَ الْخَزَّازُ بِمَكَّةَ حَرَسَهَا اللَّهُ تَعَالَى، ثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ، ثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَعِيدٍ الْأَصْبَهَانِيُّ، ثَنَا يَحْيَى بْنُ أَبِي زَكَرِيَّا بْنِ أَبِي زَائِدَةَ، عَنْ لَيْثٍ، عَنْ أَبِي زُرْعَةَ، عَنْ ثَوْبَانَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «لَعَنَ اللَّهُ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ وَالرَّائِشَ الَّذِي يَمْشِي بَيْنَهُمَا» (المستدرك على الصحيحين للحاكم، رقم: 7068)[10]
Hadis serupa juga didapatkan dalam Al Mu’jam Al Kabir Thabrani, hadis nomor 951[11], Shahih Ibn Hibban, hadis nomor 5076[12] dan 5077[13].

2)      Risywah (Sogokan) merupakan perbuatan yang dilaknat Rasulullah SAW:
a)      Sunan Al Tirmidzi
1.       حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ، عَنْ عُمَرَ بْنِ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: «لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالمُرْتَشِيَ فِي الحُكْمِ» (الترمذي بَابُ مَا جَاءَ فِي الرَّاشِي وَالمُرْتَشِي فِي الحُكْمِ، رقم: 1336)[14]
2.       حَدَّثَنَا أَبُو مُوسَى مُحَمَّدُ بْنُ المُثَنَّى قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ العَقَدِيُّ قَالَ: حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ، عَنْ خَالِهِ الحَارِثِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: «لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالمُرْتَشِيَ»: هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ (الترمذي، بَابُ مَا جَاءَ فِي الرَّاشِي وَالمُرْتَشِي فِي الحُكْمِ، رقم: 1337)[15]
Hadis serupa juga didapatkan dalam Musnad Ahmad bin Hanbal, hadis nomor 6532[16], 6778[17], 6830[18] dan 22399[19], Sunan Abi Daud, hadis nomor 3580[20].
Selain kitab-kitab di atas, hadis tersebut juga didapatkan dalam kitab-kitab diluar kutub al Sittah, seperti Sunan Kubra Baihaqi, hadis nomor 20478, Mustadrak Hakim pada hadis nomor 7066, Musnad Al Bazzar pada hadis nomor 8673.

3)      Orang yang memakan sogokan tidak akan masuk Surga, Sunan Al Darimi:
أَخْبَرَنَا حَجَّاجُ بْنُ مِنْهَالٍ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُثْمَانَ بْنِ خُثَيْمٍ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ سَابِطٍ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «يَا كَعْبُ بْنَ عُجْرَةَ، إِنَّهُ لَنْ يَدْخُلَ الْجَنَّةَ لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ» (الدارمي، رقم: 2818)[21]

4)      Neraka bagi yang melakukan Risywah
1.       حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ عَمْرِو بْنِ سِكِّينٍ، قَالَ: نا يَعْقُوبُ بْنُ إِسْحَاقَ، قَالَ: حَدَّثَنِي عُمَرُ بْنُ حَفْصٍ الْمَدِينِيُّ، قَالَ: نا الْحَسَنُ بْنُ عُثْمَانَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «الرَّاشِي وَالْمُرْتَشِي فِي النَّارِ» (مسند البزار، رقم: 1037)[22]
2.        حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ سَهْلِ بْنِ أَيُّوبَ الْأَهْوَازِيُّ، حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ بَحْرِ بْنِ بَرِّيٍّ، حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ يُوسُفَ الصَّنْعَانِيُّ، أَنْبَأَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ، عَنِ ابْنِ أَبِي ذِئْبٍ، عَنِ الْحَارِثِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي ذُبَابٍ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «الرَّاشِي وَالْمُرْتَشِي فِي النَّارِ» (المعجم الصغير للطبراني، رقم: 58)[23]
5)      Perbedaan antara Risywah dan Hadiah, Shahih al Bukhari:
وَقَالَ عُمَرُ بْنُ عَبْدِ العَزِيزِ: «كَانَتِ الهَدِيَّةُ فِي زَمَنِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَدِيَّةً، وَاليَوْمَ رِشْوَةٌ» (البخاري بَابُ مَنْ لَمْ يَقْبَلِ الهَدِيَّةَ لِعِلَّةٍ) [ ش (الهدية) أي للنبي صلى الله عليه وسلم وأبي بكر وعمر رضي الله عنهم. (واليوم رشوة) إذا أعطيت للحكام والموظفين][24]

6)      Menentang praktek Risywah:
مَالِكٌ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ يَسَارٍ؛ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَبْعَثُ عَبْدَ اللهِ بْنَ رَوَاحَةَ إِلَى خَيْبَرَ. فَيَخْرُصُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ يَهُودِ خَيْبَرَ. قَالَ، فَجَمَعُوا لَهُ حُلْياً مِنْ حَلْيِ نِسَائِهِمْ. فَقَالُوا: هذَا لَكَ. وَخَفِّفْ عَنَّا. وَتَجَاوَزْ فِي الْقَسْمِ. فَقَالَ عَبْدُ اللهِ بْنُ رَوَاحَةَ: يَا مَعْشَرَ يَهُودَ، وَاللهِ إِنَّكُمْ لَمِنْ أَبْغَضِ خَلْقِ اللهِ إِلَيَّ وَمَا ذَاكَ  بِحَامِلِي عَلَى أَنْ أَحِيفَ  عَلَيْكُمْ. فَأَمَّا مَا عَرَّضْتُمْ مِنَ الرُّشْوَةِ فَإِنَّهَا سُحْتٌ. وَإِنَّا لاَ نَأْكُلُهَا. فَقَالُوا: بِهذَا قَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ. (مالك، رقم: 584)[25]

c.       Penelitian Kualitas Hadis
Ulama menjelaskan bahwa hadis-hadis yang menjelaskan tentang larangan Risywah cukup banyak, dan sebagian besar ditemukan dalam al kutub al sittah, dengan sanad yang kuat (إسناده قوي، رجاله ثقات رجال الشيخين)[26] dan bernilai shahih, sebagaimana Syaikh Al Albani menilai hadis ini dengan shahih.
Berikut gambaran jalur periwayatan hadis Risywah:
1)      Ranji Sanad Hadisلعنةُ الله على الراشي والمرتشي

 



2) Ranji Sanad Hadisلعن الله الراشي والمرتشي



 



3) Ranji Sanad Hadisلعن رسول الله الراشي والمرتشي


 






d.      Pemahaman Hadis
Berdasarkan riwayat-riwayat yang dikemukakan di atas, ada tiga komponen yang mendapat kecaman dari Rasûlullah sehubungan dengan perlakuan Risywah:
Pertama, orang yang menyogok disebut dengan “الرَّاشِى”;
Kedua, orang yang menerima sogok disebut dengan “الْمُرْتَشِى”; dan
Ketiga, orang menjadi mediator dalam sogok menyogok yang disebut dengan “الرَائِشُ”.
1)      Pelaku Risywah mendapat laknat
Ketiga komponen ini dikecam oleh Rasul dengan kata laknat (لعنة), baik laknat itu datang dari Rasûlullâh SAW maupun laknat itu datang dari Allah SWT. Kedua bentuk laknat ini telah dijelaskan dalam lafazh hadis di atas.
Berdasarkan dalil-dalil yang ada, ulama sepakat melarang Risywah, dengan arti kata, sogok itu haram dengan ijmâ’ ’Ulama, dan tidak ada ulama yang membolehkannya. Larangan ini berlaku secara umum, baik sogok dalam dunia peradilan maupun dalam bidang yang lain. 
Ketika menafsirkan Surat Al Maidah ayat 42 di atas (أكلون للسحت), al-Qurthubiy mengutip beberapa pendapat yang mengatakan bahwa dimaksud للسحت adalah Risywah (sogok). Risywah tersebut bisa dalam bentuk pemberian (hadiah) pada hakim dalam memutuskan perkara atau pemberian yang diperoleh melalui pemanfaatan kekuasaan. Dalam hal ini lebih lanjut al-Qurthubiy mengatakan tidak ada perbedaan pendapat ulama salaf tentang keharaman sogok. 
Dalam riwayat dari Rasûlllâh ditemukan sogok itu dilarang dalam dunia peradilan sebagaimana riyawat Turmuzi yang diterima dari Abu Hurairah.
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ، عَنْ عُمَرَ بْنِ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: «لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالمُرْتَشِيَ فِي الحُكْمِ» (رواه الترمذي)
Artinya: Hadis diterima dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah SAW melaknat orang yang menyogok dan yang menerima sogok dalam hukum”. (HR. al-Turmuzi)
Akan tetapi dalam dalam riwayat Turmuzi juga yang diterima dari Abdullah bin Amr dan Tsauban pelarangan sogok berlaku secara umum tanpa mengkhususkan dalam bidang peradilan.
حَدَّثَنَا أَبُو مُوسَى مُحَمَّدُ بْنُ المُثَنَّى قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ العَقَدِيُّ قَالَ: حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ، عَنْ خَالِهِ الحَارِثِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: «لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالمُرْتَشِيَ» )رواه الترمذي)
Artinya: Hadis diterima dari Abdullah bin Amr, beliau berkata: “Rasulullah SAW melaknat orang yang menyogok dan menerima sogok”. (HR. al-Turmuzi)
Kedua hadis ini harus dipakai sehingga pelarangan sogok berlaku di bidang apapun. Hanya saja sogok di dunia peradilan memiliki peluang yang sangat besar, karena dalam dunia peradilan perebutan hak bagi bagi orang-orang yang berperkara. Bila mana sogok dibolehkan maka hak jatuh ke tangan orang yang bukan pemiliknya.
2)      Pelaku Risywah tidak akan masuk surga dan akan dimasukkan ke dalam neraka
Selain laknat yang akan didapatkan oleh pelaku Risywah, Rasulullah SAW juga menegaskan bahwa orang yang memakan hasil Risywah, tidak akan dimasukkan ke dalam surga.
Hal ini dapat dipahami dari hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Al Darimi:
أَخْبَرَنَا حَجَّاجُ بْنُ مِنْهَالٍ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُثْمَانَ بْنِ خُثَيْمٍ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ سَابِطٍ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «يَا كَعْبُ بْنَ عُجْرَةَ، إِنَّهُ لَنْ يَدْخُلَ الْجَنَّةَ لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ» (الدارمي، رقم: 2818)
Hadis diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “Wahai Ka’ab bin ‘Ujrah, sesungguhnya tidak lah akan masuk surga orang yang dalam dirinya ada daging yang tumbuh dari hasil suap”. (H.R. Al Darimi)
Dalam hadis lain Rasulullah telah mewanti-wanti pelaku suap dengan neraka, sebagaimana terdapat dalam hadis:
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ سَهْلِ بْنِ أَيُّوبَ الْأَهْوَازِيُّ، حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ بَحْرِ بْنِ بَرِّيٍّ، حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ يُوسُفَ الصَّنْعَانِيُّ، أَنْبَأَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ، عَنِ ابْنِ أَبِي ذِئْبٍ، عَنِ الْحَارِثِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي ذُبَابٍ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «الرَّاشِي وَالْمُرْتَشِي فِي النَّارِ» (المعجم الصغير للطبراني، رقم: 58)
Hadis diriwayatkan dari Abdullah bin Amr, bahwa Rasulullah bersabda: “Orang yang memberi suap dan yang menerima suap akan dimasukkan ke dalam neraka”. (H.R. Thabrani)
Ancaman senada juga terdapat dalam hadis riwayat Bazzar dari Abi Salamah dari ayahnya Abdurrahman, hadis nomor 1037.

3)      Perbedaan antara Risywah dan Hadiah
Dalam Shahih Bukhari dijelaskan bahwa Umar bin Abdil Aziz menegaskan bahwa hadiah yang diberikan pada masa Rasulullah dengan hadiah yang ada pada masa sekarang ini berbeda.
Pada masa Rasulullah orang-orang memberikan hadiah atas dasar iman, mereka memberikan hadiah kepada Rasulullah, Abu Bakar dan Umar tidak didasari dengan keinginan di balik pemberian tersebut, sedangkan pada zaman sekarang, kebanyakan orang-orang memberikan hadiah kepada penguasanya dengan tujuan yang terselubung, apakah itu untuk dengan tujuan untuk menghormati (ikrâm), memuliakan (ta’zhîm), mengasihi (tawaddud) dan mencintainya (tahabbub) ditujukan untuk hal-hal yang dilarang syara’ (haram).
Dari hal di atas dapat dipahami perbedaan antara suap dan hadiah. Seorang muslim yang mengetahui perbedaan ini, maka ia akan dapat membedakan jalan yang hendak Ia tempuh, halal ataukah haram. Perbedaan tersebut, di antaranya:
a.       Suap adalah pemberian yang diharamkan syariat, dan ia termasuk pemasukan yang haram dan kotor. Sedangkan hadiah merupakan pemberian yang dianjurkan syariat, dan ia termasuk pemasukan yang halal bagi seorang muslim.
b.      Suap, ketika memberinya tentu dengan syarat yang tidak sesuai dengan syariat, baik syarat tersebut disampaikan secara langsung maupun secara tidak langsung. Sedangkan hadiah, pemberiannya tidak bersyarat.
c.       Suap diberikan untuk mencari muka dan mempermudah dalam hal yang batil. Sedangkan hadiah, ia diberikan dengan maksud untuk silaturrahim dan kasih-sayang, seperti kepada kerabat, tetangga atau teman, atau pemberian untuk membalas budi.[27]
d.      Suap, pemberiannya dilakukan secara sembunyi, dibangun berdasarkan saling tuntut-menuntut, biasanya diberikan dengan berat hati. Sedangkan hadiah, pemberian terang-terangan atas dasar sifat kedermawanan.
e.       Suap biasanya diberikan sebelum pekerjaan, sedangkan hadiah diberikan setelahnya.[28]

4)      Risywah, perbuatan yang harus dijauhi oleh setiap Mukmin.
Risywah merupakan suatu perbuatan yang sangat dibenci syari’at, setiap muslim hendaknya menjauhkan diri dari praktek suap ini. Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW riwayat Imam Malik, dijelaskan bahwa seorang muslim hendaknya membenci perbuatan ini. Hal ini tergambar dari sikap seorang sahabat Nabi yang bernama Abdullah bin Rawahah ketika Rasulullah mengutusnya ke Khaibar untuk menyelesaikan permasalahan dengan orang-orang Yahudi Khaibar:
مَالِكٌ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ يَسَارٍ؛ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَبْعَثُ عَبْدَ اللهِ بْنَ رَوَاحَةَ إِلَى خَيْبَرَ. فَيَخْرُصُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ يَهُودِ خَيْبَرَ. قَالَ، فَجَمَعُوا لَهُ حُلْياً مِنْ حَلْيِ نِسَائِهِمْ. فَقَالُوا: هذَا لَكَ. وَخَفِّفْ عَنَّا. وَتَجَاوَزْ فِي الْقَسْمِ. فَقَالَ عَبْدُ اللهِ بْنُ رَوَاحَةَ: يَا مَعْشَرَ يَهُودَ، وَاللهِ إِنَّكُمْ لَمِنْ أَبْغَضِ خَلْقِ اللهِ إِلَيَّ وَمَا ذَاكَ  بِحَامِلِي عَلَى أَنْ أَحِيفَ  عَلَيْكُمْ. فَأَمَّا مَا عَرَّضْتُمْ مِنَ الرُّشْوَةِ فَإِنَّهَا سُحْتٌ. وَإِنَّا لاَ نَأْكُلُهَا. فَقَالُوا: بِهذَا قَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ. (مالك، رقم: 584)
C.    Penutup
1.      Kesimpulan
Dari beberapa hadis dan penjelasan dari al-Qur’an bahwa Risywah itu dilarang bahkan dilaknat oleh Allah dan Rasulullah SAW baik orang yang menyogok (disebut dengan râsyi), orang yang menerima sogok (disebut dengan murtasyi) dan orang menjadi mediator dalam sogok menyogok yang (disebut dengan râ`isy), selain laknat yang didapatkan oleh pelaku Risywah, Allah juga mengancam mereka dengan neraka.
Dari beberapa pendapat ulama seperti yang telah dijelaskankan sebelumnya bahwa ijma’ (sepakat) mengharamkannya.

2.      Kritik dan Saran
Alhamdulillah tiada harapan dan upaya sedikitpun dari kami kecuali makalah ini dapat bermanfa’at bagi segenap pembaca, dan dapat menambah sedikit banyak mengenai studi Islam.
Di balik itu semua, maka dengan segala kemampuan yang pemakalah miliki tentunya masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam makalah ini. Diharapkan setiap pembaca dapat memberi teguran dan pembenaran kontruktif bagi pemakalah, terutama dari teman-teman mahasiswa dan Bapak dosen pengampu khususnya, dan sebelumnya pemakalah ucapkan banyak terima kasih.

 
KEPUSTAKAAN

Al Maktabah Al Syamilah, v.3.51
Abadi, Al Fairuz, Al Qamus Al Muhith, Beirut: Muassasah Al Risâlah, 2005
Anas, Malik bin, Muwattha’ Al Imam Malik, Beirut: Dar Ihya’ Turas Al ‘Arabiy, 1985
Al Bazzar, Abu Bakr Ahmad, Musnad Al Bazzar, Madinah: Maktabah Al “Ulum wa Al Hikam, 2009
Al Bukhari, Abu Abdullah Muhammad bin Ismail, Shahih al Bukhari, Damaskus: Dar Thuq Al Najah, 1422 H
Al Darimi, Abu Muhammad Abdullah, Sunan Al Darimi, Saudi Arabia: Dar Al Mughni, 2000
Hanbal, Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin, Musnad Ahmad bin Hanbal, Kairo: Dar al Hadis, 1995
Hanbal, Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin, Musnad Ahmad bin Hanbal, Beirut: Muassasah Al Risalah, 2001
Hibban Muhammad Ibnu, Al Ihsan fi Taqrib Shahih Ibn Hibban, Beirut: Muassasah Al Risalah, 1998
Al Jauziyah, Ibnu Qayyim, Al Ruh, Beirut: Dar Al Kutb Al ‘Ilmiyah, tt
Majah, Abu Abdullah Muhammad bin, Sunan Ibni Majah, Dar Al Risalah Al ‘Alamiyah, 2009
Al Naisaburi, Abu Abdullah Al Hakim Muhammad bin Abdullah, Al Mustadrak ‘ala al Shahihaini, Beirut: Dar Al kutub Al ‘Ilmiyah, 1990
Al Sijistani, Abu Daud Sulaiman bin Al Asy’as, Sunan Abi Daud, Beirut: Maktabah ‘Ashriyah, tt
Al Thabrani, Abu al Qasim, Al Mu’jam Al Kabir, Kairo: Maktab Ibn Taimiyah, 1994
Al Thabrani, Sulaiman bin Ahmad, Al Mu’jam al Shaghir, Beirut: Al Maktab Al Islami, 1985

 
Al Tirmidzi, Abu ‘Isya Muhammad bin ‘Isya, Sunan Al Tirmidzi, Mesir: Syirkah Maktabah Mustafa Al Halabi, 1975




[1] Al Fairuz Abadi, Al Qamus Al Muhith, (Beirut: Muassasah Al Risâlah, 2005), hlm. 1288
[2] Yusuf Al Qaradhawi, Al Halal wa Al Haram fi Al Islam, hlm. 24
[3] Malik bin Anas, Muwattha’ Al Imam Malik, (Beirut: Dar Ihya’ Turas Al ‘Arabiy, 1985), juz 2, hlm. 703
[4] Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al Bukhari, Shahih al Bukhari, (Damaskus: Dar Thuq Al Najah, 1422 H), juz 3, hlm. 159
[5] Abu Muhammad Abdullah Al Darimi, Sunan Al Darimi, (Saudi Arabia: Dar Al Mughni, 2000), juz 3, hlm. 1827
[6] Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal, (Kairo: Dar al Hadis, 1995), Juz 6, hlm. 100
[7] Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal, (Beirut: Muassasah Al Risalah, 2001), Juz 37, hlm. 85
[8] Ahmad bin Hanbal, ibid., juz 6, hlm. 433
[9] Abu Abdullah Muhammad bin Majah, Sunan Ibni Majah, (Dar Al Risalah Al ‘Alamiyah, 2009), juz 3, hlm. 411
[10] Abu Abdullah Al Hakim Muhammad bin Abdullah Al Naisaburi, Al Mustadrak ‘ala al Shahihaini, (Beirut: Dar Al kutub Al ‘Ilmiyah, 1990), juz 4, hlm. 115
[11] Abu al Qasim Al Thabrani, Al Mu’jam Al Kabir, (Kairo: Maktab Ibn Taimiyah, 1994), Juz 23, hlm. 398
[12] Muhammad Ibnu Hibban, Al Ihsan fi Taqrib Shahih Ibn Hibban, (Beirut: Muassasah Al Risalah, 1998), juz 11, hlm. 467
[13] Ibnu Hibban, ibid., juz 11, hlm. 468
[14] Abu ‘Isya Muhammad bin ‘Isya Al Tirmidzi, Sunan Al Tirmidzi, (Mesir: Syirkah Maktabah Mustafa Al Halabi, 1975), juz 3, hlm. 614
[15] Al Tirmidzi, ibid., juz 3, hlm. 615
[16] Ahmad bin Hanbal, op.cit., Juz 6, hlm. 100
[17] Ahmad bin Hanbal, ibid., juz 6, hlm. 306
[18] Ahmad bin Hanbal, ibid., juz 6, hlm. 327
[19] Ahmad bin Hanbal, ibid., Juz 37, hlm. 85
[20] Abu Daud Sulaiman bin Al Asy’as Al Sijistani, Sunan Abi Daud, (Beirut: Maktabah ‘Ashriyah, tt), juz 3, hlm. 300
[21] Al Darimi, loc.cit.
[22] Abu Bakr Ahmad al Bazzar, Musnad Al Bazzar, (Madinah: Maktabah Al “Ulum wa Al Hikam, 2009), Juz 3, hlm. 247
[23] Sulaiman bin Ahmad Al Thabrani, Al Mu’jam al Shaghir, (Beirut: Al Maktab Al Islami, 1985), juz 1, hlm. 57
[24] Shahih Al Bukhari, loc.cit.
[25] Muwattha’ Imam Malik, loc.cit.
[26] Ahmad bin Hanbal, op.cit., Juz 6, hlm. 100
[27] Ibnu Qayyim Al Jauziyah, Al Ruh, (Beirut: Dar Al Kutb Al ‘Ilmiyah, tt), Juz 1, hlm. 240
[28] Al Hasyim, Hadâya Lil Muwazhzhafin, hal 27-29.

HADIS TENTANG RISYWAH
A.    Pendahuluan
Pada dasarnya, syariat selalu mendorong naluri manusia untuk berusaha, hal itu tidak saling bertentangan dan tidak boleh dipertentangkan. Mencari rizki dengan menjadi pegawai negeri maupun swasta adalah sesuatu yang halal. Akan tetapi, fenomena yang kita saat ini, tidak jarang seorang pegawai menghadapi hal-hal yang haram atau makruh dalam pekerjaannya tersebut. Di antaranya, disebabkan munculnya suap, sogok menyogok atau pemberian uang diluar gaji yang tidak halal mereka terima. Bagaimana tinjauan syariat dalam masalah ini?

Dalam bahasa Indonesia, istilah Risywah diartikan dengan suap, sogok atau memberi uang pelicin. Risywah (رشوةِِِِِِِِِِِِِِِِِِِِِِِِِ) berasal dari kata rasyâ (رشا) yang berarti الجعل (menyuap). Secara istilah disebut “Memberi uang dan sebagainya kepada petugas (pegawai), dengan harapan mendapatkan kemudahan dalam suatu urusan”[1].
Dalam kitab Al Halal wa Al Haram, Yusuf Al Qaradhawi menyatakan:
ومن أكل أموال الناس بالباطل أخذ الرشوة، وهي ما يدفع من مال إلى ذي سلطان أو وظيفة عامة ليحكم له أو على خصمه بما يريد هو أو ينجز له عملاً أو يؤخر لغريمه عملاً، وهلمّ جرا.[2]
Siapa yang memakan harta orang lain dengan jalan bathil, maka ia telah melakukan sogokan, yaitu harta yang diberika seseorang kepada penguasa atau pegawai untuk memenangkan perkaranya atau mengalahkan orang lain dalam suatu perkara sesuai keinginannya.
Dalam al Quran, suap ini diungkapkan dengan kata “السحت”, sebagaimana terdapat dalam surat Al Maidah ayat 42, 62 dan 63:
سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ أَكَّالُونَ لِلسُّحْتِ فَإِنْ جَاءُوكَ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ أَوْ أَعْرِضْ عَنْهُمْ وَإِنْ تُعْرِضْ عَنْهُمْ فَلَنْ يَضُرُّوكَ شَيْئًا وَإِنْ حَكَمْتَ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِالْقِسْطِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ (المائدة: ٤٢)
Risywah merupakan fenomena yang tidak asing dalam masyarakat kita. Banyak istilah yang digunakan untuk masalah ini, seperti dari ucapan terima kasih, parsel, money politik, uang pelicin, pungli dan lain sebagainya.
Dalam pandangannya, masyarakat masih beranggapan bahwa risywah bukan sebuah kejahatan, tetapi hanya kesalahan kecil. Sebagian lain, walaupun mengetahui bahwa risywah adalah terlarang, namun mereka tidak peduli dengan larangan tersebut. Apalagi karena terpengaruh dengan keuntungan yang didapatkan. 
Di pihak lain masyarakat menganggap risywah itu sebagai hadiah atau tanda terima kasih. Bahkan ada yang beranggapan sebagai uang jasa atas bantuan yang telah diberikan seseorang, sehingga mereka tidak merasakan hal itu sebagai sebuah kesalahan atau pelangaran apalagi kejahatan. 
Risywah ini sudah menjadi rahasia umum, betapa banyak risywah yang diberikan untuk mendapatkan pekerjaan, terutama menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), anggota polisi dan tentara, dan malah di dunia pendidikan pun hal ini terjadi. Nampaknya hal ini memerlukan kajian yang mendalam, agar umat memahami dan mengerti dengan baik sehingga mereka berbuat sesuai dengan ajaran Islam. Makalah ini akan berusaha mengkaji persoalan ini sesuai dengan pemahaman hadis yang ditemukan. Namun demikian pemakalah masih sangat mengharapkan masukan dari Bapak Dosen dan rekan-rekan mahasiswa untuk memperdalam kajian ini.


B.     Pembahasan
1.      Hadis-hadis tentang Risywah
a.      Pencarian Hadis
Hadis-hadis tentang Risywah ini dilacak dengan menggunakan Software Maktabah Syamilah versi 3.51 dengan menandai seluruh kitab-kitab hadis yang tergolong pada al Kutub al Tis’ah, dan beberapa kitab lainnya di luar al Kutub al Tis’ah.
1)      Pencarian dengan kata-kata “الرشوة
Hadis-hadis yang ditemukan dengan menggunakan kata kunci ini adalah:
a)      Muwattha’ Malik, hadis nomor 584:
مَالِكٌ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ يَسَارٍ؛ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَبْعَثُ عَبْدَ اللهِ بْنَ رَوَاحَةَ إِلَى خَيْبَرَ. فَيَخْرُصُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ يَهُودِ خَيْبَرَ. قَالَ، فَجَمَعُوا لَهُ حُلْياً مِنْ حَلْيِ نِسَائِهِمْ. فَقَالُوا: هذَا لَكَ. وَخَفِّفْ عَنَّا. وَتَجَاوَزْ فِي الْقَسْمِ. فَقَالَ عَبْدُ اللهِ بْنُ رَوَاحَةَ: يَا مَعْشَرَ يَهُودَ، وَاللهِ إِنَّكُمْ لَمِنْ أَبْغَضِ خَلْقِ اللهِ إِلَيَّ وَمَا ذَاكَ بِحَامِلِي عَلَى أَنْ أَحِيفَ عَلَيْكُمْ. فَأَمَّا مَا عَرَّضْتُمْ مِنَ الرُّشْوَةِ فَإِنَّهَا سُحْتٌ. وَإِنَّا لاَ نَأْكُلُهَا. فَقَالُوا: بِهذَا قَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ. (مالك)[3]
b)      Shahih al Bukhari, Bab “مَنْ لَمْ يَقْبَلِ الهَدِيَّةَ لِعِلَّةٍ”:
وَقَالَ عُمَرُ بْنُ عَبْدِ العَزِيزِ: «كَانَتِ الهَدِيَّةُ فِي زَمَنِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَدِيَّةً، وَاليَوْمَ رِشْوَةٌ» (البخاري بَابُ مَنْ لَمْ يَقْبَلِ الهَدِيَّةَ لِعِلَّةٍ) [ش (الهدية) أي للنبي صلى الله عليه وسلم وأبي بكر وعمر رضي الله عنهم. (واليوم رشوة) إذا أعطيت للحكام والموظفين][4]
2)      Pencarian dengan kata-kata “السحت
Hadis-hadis yang ditemukan dengan menggunakan kata kunci ini hanya terdapat dalam sunan Al Darimi, hadis nomor 2818:
أَخْبَرَنَا حَجَّاجُ بْنُ مِنْهَالٍ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُثْمَانَ بْنِ خُثَيْمٍ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ سَابِطٍ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «يَا كَعْبُ بْنَ عُجْرَةَ، إِنَّهُ لَنْ يَدْخُلَ الْجَنَّةَ لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ» (الدارمي)[5]
3)      Pencarian dengan kata-kata “الراشي و المرتشي والرائش
Hadis-hadis yang ditemukan dengan menggunakan kata kunci ini adalah:
a)      Musnad Ahmad bin Hanbal, hadis nomor 6532:
حدثنا وكيع حدثنا ابن أبي ذئب عن خاله الحرث بن عبد الرحمن عن أبي سَلَمَةَ بن عبد الرحمن عن عبد الله بن عمرو، قال: لعن رسول الله صلي الله عليه وسلم الرَّاشِيَ والمرتشي.[6]
Hadis serupa juga ditemukan dalam kitab-kitab lainnya, seperti yang terdapat dalam Musnad Ahmad bin Hanbal, hadis nomor 6778, 6779, 6830, dan 6984, Sunan Abi Daud, Bab “بَابٌ فِي كَرَاهِيَةِ الرَّشْوَةِ” hadis nomor 3580, Sunan Al Tirmidzi, Bab “بَابُ مَا جَاءَ فِي الرَّاشِي وَالمُرْتَشِي فِي الحُكْمِ” hadis nomor 1336 dan 1337, Sunan Ibni Majah, hadis nomor 2313, Musnad Al Bazzar, hadis nomor 1037 dan 8673, Shahih Ibnu Hibban, hadis nomor 5076, dan 5077, Sunan Kubra Baihaqi, hadis nomor 20478, Mustadrak Hakim, hadis nomor 7066, dan 7067, Mu’jam Al Kabir Tabrani, hadis nomor 951, dan Mu’jam Al Saghir Tabrani, hadis nomor 58.
Dalam Musnad Ahmad bin Hanbal, terdapat tambahan lafazالرائش, yang terdapat pada hadis nomor 22399:
حَدَّثَنَا الْأَسْوَدُ بْنُ عَامِرٍ، حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ يَعْنِي ابْنَ عَيَّاشٍ، عَنْ لَيْثٍ، عَنْ أَبِي الْخَطَّابِ، عَنْ أَبِي زُرْعَةَ، عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ: " لَعَنَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ وَالرَّائِشَ " يَعْنِي: الَّذِي يَمْشِي بَيْنَهُمَا (أحمد بن حنبل رقم: 22399)[7]

b.      Klasifikasi Hadis
Hadis-hadis tentang Risywah ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1)      Risywah (Sogokan) merupakan perbuatan yang dilaknat Allah SWT:
a)      Hadis yang menggunakan lafaz “لَعْنَةُ اللهِ
حدثنا أبو نعيم حدثنا ابن أبي ذئب عن الحارث بن عبد الرحمن عن أبي سَلَمة عن عبد الله بن عمرو، قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "لعنةُ الله على الراشي والمرتشي". (أحمد بن حنبل رقم: 6984)[8]
Hadis serupa juga didapatkan dalam Sunan Ibn Majah, hadis nomor 2313.[9]

b)      Hadis yang menggunakan lafaz “لَعَنَ اللهُ
فَحَدَّثَنَاهُ أَبُو عَوْنٍ مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ مَاهَانَ الْخَزَّازُ بِمَكَّةَ حَرَسَهَا اللَّهُ تَعَالَى، ثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ، ثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَعِيدٍ الْأَصْبَهَانِيُّ، ثَنَا يَحْيَى بْنُ أَبِي زَكَرِيَّا بْنِ أَبِي زَائِدَةَ، عَنْ لَيْثٍ، عَنْ أَبِي زُرْعَةَ، عَنْ ثَوْبَانَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «لَعَنَ اللَّهُ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ وَالرَّائِشَ الَّذِي يَمْشِي بَيْنَهُمَا» (المستدرك على الصحيحين للحاكم، رقم: 7068)[10]
Hadis serupa juga didapatkan dalam Al Mu’jam Al Kabir Thabrani, hadis nomor 951[11], Shahih Ibn Hibban, hadis nomor 5076[12] dan 5077[13].

2)      Risywah (Sogokan) merupakan perbuatan yang dilaknat Rasulullah SAW:
a)      Sunan Al Tirmidzi
1.       حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ، عَنْ عُمَرَ بْنِ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: «لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالمُرْتَشِيَ فِي الحُكْمِ» (الترمذي بَابُ مَا جَاءَ فِي الرَّاشِي وَالمُرْتَشِي فِي الحُكْمِ، رقم: 1336)[14]
2.       حَدَّثَنَا أَبُو مُوسَى مُحَمَّدُ بْنُ المُثَنَّى قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ العَقَدِيُّ قَالَ: حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ، عَنْ خَالِهِ الحَارِثِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: «لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالمُرْتَشِيَ»: هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ (الترمذي، بَابُ مَا جَاءَ فِي الرَّاشِي وَالمُرْتَشِي فِي الحُكْمِ، رقم: 1337)[15]
Hadis serupa juga didapatkan dalam Musnad Ahmad bin Hanbal, hadis nomor 6532[16], 6778[17], 6830[18] dan 22399[19], Sunan Abi Daud, hadis nomor 3580[20].
Selain kitab-kitab di atas, hadis tersebut juga didapatkan dalam kitab-kitab diluar kutub al Sittah, seperti Sunan Kubra Baihaqi, hadis nomor 20478, Mustadrak Hakim pada hadis nomor 7066, Musnad Al Bazzar pada hadis nomor 8673.

3)      Orang yang memakan sogokan tidak akan masuk Surga, Sunan Al Darimi:
أَخْبَرَنَا حَجَّاجُ بْنُ مِنْهَالٍ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُثْمَانَ بْنِ خُثَيْمٍ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ سَابِطٍ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «يَا كَعْبُ بْنَ عُجْرَةَ، إِنَّهُ لَنْ يَدْخُلَ الْجَنَّةَ لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ» (الدارمي، رقم: 2818)[21]

4)      Neraka bagi yang melakukan Risywah
1.       حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ عَمْرِو بْنِ سِكِّينٍ، قَالَ: نا يَعْقُوبُ بْنُ إِسْحَاقَ، قَالَ: حَدَّثَنِي عُمَرُ بْنُ حَفْصٍ الْمَدِينِيُّ، قَالَ: نا الْحَسَنُ بْنُ عُثْمَانَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «الرَّاشِي وَالْمُرْتَشِي فِي النَّارِ» (مسند البزار، رقم: 1037)[22]
2.        حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ سَهْلِ بْنِ أَيُّوبَ الْأَهْوَازِيُّ، حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ بَحْرِ بْنِ بَرِّيٍّ، حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ يُوسُفَ الصَّنْعَانِيُّ، أَنْبَأَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ، عَنِ ابْنِ أَبِي ذِئْبٍ، عَنِ الْحَارِثِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي ذُبَابٍ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «الرَّاشِي وَالْمُرْتَشِي فِي النَّارِ» (المعجم الصغير للطبراني، رقم: 58)[23]
5)      Perbedaan antara Risywah dan Hadiah, Shahih al Bukhari:
وَقَالَ عُمَرُ بْنُ عَبْدِ العَزِيزِ: «كَانَتِ الهَدِيَّةُ فِي زَمَنِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَدِيَّةً، وَاليَوْمَ رِشْوَةٌ» (البخاري بَابُ مَنْ لَمْ يَقْبَلِ الهَدِيَّةَ لِعِلَّةٍ) [ ش (الهدية) أي للنبي صلى الله عليه وسلم وأبي بكر وعمر رضي الله عنهم. (واليوم رشوة) إذا أعطيت للحكام والموظفين][24]

6)      Menentang praktek Risywah:
مَالِكٌ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ يَسَارٍ؛ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَبْعَثُ عَبْدَ اللهِ بْنَ رَوَاحَةَ إِلَى خَيْبَرَ. فَيَخْرُصُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ يَهُودِ خَيْبَرَ. قَالَ، فَجَمَعُوا لَهُ حُلْياً مِنْ حَلْيِ نِسَائِهِمْ. فَقَالُوا: هذَا لَكَ. وَخَفِّفْ عَنَّا. وَتَجَاوَزْ فِي الْقَسْمِ. فَقَالَ عَبْدُ اللهِ بْنُ رَوَاحَةَ: يَا مَعْشَرَ يَهُودَ، وَاللهِ إِنَّكُمْ لَمِنْ أَبْغَضِ خَلْقِ اللهِ إِلَيَّ وَمَا ذَاكَ  بِحَامِلِي عَلَى أَنْ أَحِيفَ  عَلَيْكُمْ. فَأَمَّا مَا عَرَّضْتُمْ مِنَ الرُّشْوَةِ فَإِنَّهَا سُحْتٌ. وَإِنَّا لاَ نَأْكُلُهَا. فَقَالُوا: بِهذَا قَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ. (مالك، رقم: 584)[25]

c.       Penelitian Kualitas Hadis
Ulama menjelaskan bahwa hadis-hadis yang menjelaskan tentang larangan Risywah cukup banyak, dan sebagian besar ditemukan dalam al kutub al sittah, dengan sanad yang kuat (إسناده قوي، رجاله ثقات رجال الشيخين)[26] dan bernilai shahih, sebagaimana Syaikh Al Albani menilai hadis ini dengan shahih.
Berikut gambaran jalur periwayatan hadis Risywah:
1)      Ranji Sanad Hadisلعنةُ الله على الراشي والمرتشي

 



2) Ranji Sanad Hadisلعن الله الراشي والمرتشي



 



3) Ranji Sanad Hadisلعن رسول الله الراشي والمرتشي


 






d.      Pemahaman Hadis
Berdasarkan riwayat-riwayat yang dikemukakan di atas, ada tiga komponen yang mendapat kecaman dari Rasûlullah sehubungan dengan perlakuan Risywah:
Pertama, orang yang menyogok disebut dengan “الرَّاشِى”;
Kedua, orang yang menerima sogok disebut dengan “الْمُرْتَشِى”; dan
Ketiga, orang menjadi mediator dalam sogok menyogok yang disebut dengan “الرَائِشُ”.
1)      Pelaku Risywah mendapat laknat
Ketiga komponen ini dikecam oleh Rasul dengan kata laknat (لعنة), baik laknat itu datang dari Rasûlullâh SAW maupun laknat itu datang dari Allah SWT. Kedua bentuk laknat ini telah dijelaskan dalam lafazh hadis di atas.
Berdasarkan dalil-dalil yang ada, ulama sepakat melarang Risywah, dengan arti kata, sogok itu haram dengan ijmâ’ ’Ulama, dan tidak ada ulama yang membolehkannya. Larangan ini berlaku secara umum, baik sogok dalam dunia peradilan maupun dalam bidang yang lain. 
Ketika menafsirkan Surat Al Maidah ayat 42 di atas (أكلون للسحت), al-Qurthubiy mengutip beberapa pendapat yang mengatakan bahwa dimaksud للسحت adalah Risywah (sogok). Risywah tersebut bisa dalam bentuk pemberian (hadiah) pada hakim dalam memutuskan perkara atau pemberian yang diperoleh melalui pemanfaatan kekuasaan. Dalam hal ini lebih lanjut al-Qurthubiy mengatakan tidak ada perbedaan pendapat ulama salaf tentang keharaman sogok. 
Dalam riwayat dari Rasûlllâh ditemukan sogok itu dilarang dalam dunia peradilan sebagaimana riyawat Turmuzi yang diterima dari Abu Hurairah.
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ، عَنْ عُمَرَ بْنِ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: «لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالمُرْتَشِيَ فِي الحُكْمِ» (رواه الترمذي)
Artinya: Hadis diterima dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah SAW melaknat orang yang menyogok dan yang menerima sogok dalam hukum”. (HR. al-Turmuzi)
Akan tetapi dalam dalam riwayat Turmuzi juga yang diterima dari Abdullah bin Amr dan Tsauban pelarangan sogok berlaku secara umum tanpa mengkhususkan dalam bidang peradilan.
حَدَّثَنَا أَبُو مُوسَى مُحَمَّدُ بْنُ المُثَنَّى قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ العَقَدِيُّ قَالَ: حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ، عَنْ خَالِهِ الحَارِثِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: «لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالمُرْتَشِيَ» )رواه الترمذي)
Artinya: Hadis diterima dari Abdullah bin Amr, beliau berkata: “Rasulullah SAW melaknat orang yang menyogok dan menerima sogok”. (HR. al-Turmuzi)
Kedua hadis ini harus dipakai sehingga pelarangan sogok berlaku di bidang apapun. Hanya saja sogok di dunia peradilan memiliki peluang yang sangat besar, karena dalam dunia peradilan perebutan hak bagi bagi orang-orang yang berperkara. Bila mana sogok dibolehkan maka hak jatuh ke tangan orang yang bukan pemiliknya.
2)      Pelaku Risywah tidak akan masuk surga dan akan dimasukkan ke dalam neraka
Selain laknat yang akan didapatkan oleh pelaku Risywah, Rasulullah SAW juga menegaskan bahwa orang yang memakan hasil Risywah, tidak akan dimasukkan ke dalam surga.
Hal ini dapat dipahami dari hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Al Darimi:
أَخْبَرَنَا حَجَّاجُ بْنُ مِنْهَالٍ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُثْمَانَ بْنِ خُثَيْمٍ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ سَابِطٍ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «يَا كَعْبُ بْنَ عُجْرَةَ، إِنَّهُ لَنْ يَدْخُلَ الْجَنَّةَ لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ» (الدارمي، رقم: 2818)
Hadis diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “Wahai Ka’ab bin ‘Ujrah, sesungguhnya tidak lah akan masuk surga orang yang dalam dirinya ada daging yang tumbuh dari hasil suap”. (H.R. Al Darimi)
Dalam hadis lain Rasulullah telah mewanti-wanti pelaku suap dengan neraka, sebagaimana terdapat dalam hadis:
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ سَهْلِ بْنِ أَيُّوبَ الْأَهْوَازِيُّ، حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ بَحْرِ بْنِ بَرِّيٍّ، حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ يُوسُفَ الصَّنْعَانِيُّ، أَنْبَأَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ، عَنِ ابْنِ أَبِي ذِئْبٍ، عَنِ الْحَارِثِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي ذُبَابٍ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «الرَّاشِي وَالْمُرْتَشِي فِي النَّارِ» (المعجم الصغير للطبراني، رقم: 58)
Hadis diriwayatkan dari Abdullah bin Amr, bahwa Rasulullah bersabda: “Orang yang memberi suap dan yang menerima suap akan dimasukkan ke dalam neraka”. (H.R. Thabrani)
Ancaman senada juga terdapat dalam hadis riwayat Bazzar dari Abi Salamah dari ayahnya Abdurrahman, hadis nomor 1037.

3)      Perbedaan antara Risywah dan Hadiah
Dalam Shahih Bukhari dijelaskan bahwa Umar bin Abdil Aziz menegaskan bahwa hadiah yang diberikan pada masa Rasulullah dengan hadiah yang ada pada masa sekarang ini berbeda.
Pada masa Rasulullah orang-orang memberikan hadiah atas dasar iman, mereka memberikan hadiah kepada Rasulullah, Abu Bakar dan Umar tidak didasari dengan keinginan di balik pemberian tersebut, sedangkan pada zaman sekarang, kebanyakan orang-orang memberikan hadiah kepada penguasanya dengan tujuan yang terselubung, apakah itu untuk dengan tujuan untuk menghormati (ikrâm), memuliakan (ta’zhîm), mengasihi (tawaddud) dan mencintainya (tahabbub) ditujukan untuk hal-hal yang dilarang syara’ (haram).
Dari hal di atas dapat dipahami perbedaan antara suap dan hadiah. Seorang muslim yang mengetahui perbedaan ini, maka ia akan dapat membedakan jalan yang hendak Ia tempuh, halal ataukah haram. Perbedaan tersebut, di antaranya:
a.       Suap adalah pemberian yang diharamkan syariat, dan ia termasuk pemasukan yang haram dan kotor. Sedangkan hadiah merupakan pemberian yang dianjurkan syariat, dan ia termasuk pemasukan yang halal bagi seorang muslim.
b.      Suap, ketika memberinya tentu dengan syarat yang tidak sesuai dengan syariat, baik syarat tersebut disampaikan secara langsung maupun secara tidak langsung. Sedangkan hadiah, pemberiannya tidak bersyarat.
c.       Suap diberikan untuk mencari muka dan mempermudah dalam hal yang batil. Sedangkan hadiah, ia diberikan dengan maksud untuk silaturrahim dan kasih-sayang, seperti kepada kerabat, tetangga atau teman, atau pemberian untuk membalas budi.[27]
d.      Suap, pemberiannya dilakukan secara sembunyi, dibangun berdasarkan saling tuntut-menuntut, biasanya diberikan dengan berat hati. Sedangkan hadiah, pemberian terang-terangan atas dasar sifat kedermawanan.
e.       Suap biasanya diberikan sebelum pekerjaan, sedangkan hadiah diberikan setelahnya.[28]

4)      Risywah, perbuatan yang harus dijauhi oleh setiap Mukmin.
Risywah merupakan suatu perbuatan yang sangat dibenci syari’at, setiap muslim hendaknya menjauhkan diri dari praktek suap ini. Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW riwayat Imam Malik, dijelaskan bahwa seorang muslim hendaknya membenci perbuatan ini. Hal ini tergambar dari sikap seorang sahabat Nabi yang bernama Abdullah bin Rawahah ketika Rasulullah mengutusnya ke Khaibar untuk menyelesaikan permasalahan dengan orang-orang Yahudi Khaibar:
مَالِكٌ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ يَسَارٍ؛ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَبْعَثُ عَبْدَ اللهِ بْنَ رَوَاحَةَ إِلَى خَيْبَرَ. فَيَخْرُصُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ يَهُودِ خَيْبَرَ. قَالَ، فَجَمَعُوا لَهُ حُلْياً مِنْ حَلْيِ نِسَائِهِمْ. فَقَالُوا: هذَا لَكَ. وَخَفِّفْ عَنَّا. وَتَجَاوَزْ فِي الْقَسْمِ. فَقَالَ عَبْدُ اللهِ بْنُ رَوَاحَةَ: يَا مَعْشَرَ يَهُودَ، وَاللهِ إِنَّكُمْ لَمِنْ أَبْغَضِ خَلْقِ اللهِ إِلَيَّ وَمَا ذَاكَ  بِحَامِلِي عَلَى أَنْ أَحِيفَ  عَلَيْكُمْ. فَأَمَّا مَا عَرَّضْتُمْ مِنَ الرُّشْوَةِ فَإِنَّهَا سُحْتٌ. وَإِنَّا لاَ نَأْكُلُهَا. فَقَالُوا: بِهذَا قَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ. (مالك، رقم: 584)
C.    Penutup
1.      Kesimpulan
Dari beberapa hadis dan penjelasan dari al-Qur’an bahwa Risywah itu dilarang bahkan dilaknat oleh Allah dan Rasulullah SAW baik orang yang menyogok (disebut dengan râsyi), orang yang menerima sogok (disebut dengan murtasyi) dan orang menjadi mediator dalam sogok menyogok yang (disebut dengan râ`isy), selain laknat yang didapatkan oleh pelaku Risywah, Allah juga mengancam mereka dengan neraka.
Dari beberapa pendapat ulama seperti yang telah dijelaskankan sebelumnya bahwa ijma’ (sepakat) mengharamkannya.

2.      Kritik dan Saran
Alhamdulillah tiada harapan dan upaya sedikitpun dari kami kecuali makalah ini dapat bermanfa’at bagi segenap pembaca, dan dapat menambah sedikit banyak mengenai studi Islam.
Di balik itu semua, maka dengan segala kemampuan yang pemakalah miliki tentunya masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam makalah ini. Diharapkan setiap pembaca dapat memberi teguran dan pembenaran kontruktif bagi pemakalah, terutama dari teman-teman mahasiswa dan Bapak dosen pengampu khususnya, dan sebelumnya pemakalah ucapkan banyak terima kasih.

 
KEPUSTAKAAN

Al Maktabah Al Syamilah, v.3.51
Abadi, Al Fairuz, Al Qamus Al Muhith, Beirut: Muassasah Al Risâlah, 2005
Anas, Malik bin, Muwattha’ Al Imam Malik, Beirut: Dar Ihya’ Turas Al ‘Arabiy, 1985
Al Bazzar, Abu Bakr Ahmad, Musnad Al Bazzar, Madinah: Maktabah Al “Ulum wa Al Hikam, 2009
Al Bukhari, Abu Abdullah Muhammad bin Ismail, Shahih al Bukhari, Damaskus: Dar Thuq Al Najah, 1422 H
Al Darimi, Abu Muhammad Abdullah, Sunan Al Darimi, Saudi Arabia: Dar Al Mughni, 2000
Hanbal, Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin, Musnad Ahmad bin Hanbal, Kairo: Dar al Hadis, 1995
Hanbal, Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin, Musnad Ahmad bin Hanbal, Beirut: Muassasah Al Risalah, 2001
Hibban Muhammad Ibnu, Al Ihsan fi Taqrib Shahih Ibn Hibban, Beirut: Muassasah Al Risalah, 1998
Al Jauziyah, Ibnu Qayyim, Al Ruh, Beirut: Dar Al Kutb Al ‘Ilmiyah, tt
Majah, Abu Abdullah Muhammad bin, Sunan Ibni Majah, Dar Al Risalah Al ‘Alamiyah, 2009
Al Naisaburi, Abu Abdullah Al Hakim Muhammad bin Abdullah, Al Mustadrak ‘ala al Shahihaini, Beirut: Dar Al kutub Al ‘Ilmiyah, 1990
Al Sijistani, Abu Daud Sulaiman bin Al Asy’as, Sunan Abi Daud, Beirut: Maktabah ‘Ashriyah, tt
Al Thabrani, Abu al Qasim, Al Mu’jam Al Kabir, Kairo: Maktab Ibn Taimiyah, 1994
Al Thabrani, Sulaiman bin Ahmad, Al Mu’jam al Shaghir, Beirut: Al Maktab Al Islami, 1985

 
Al Tirmidzi, Abu ‘Isya Muhammad bin ‘Isya, Sunan Al Tirmidzi, Mesir: Syirkah Maktabah Mustafa Al Halabi, 1975




[1] Al Fairuz Abadi, Al Qamus Al Muhith, (Beirut: Muassasah Al Risâlah, 2005), hlm. 1288
[2] Yusuf Al Qaradhawi, Al Halal wa Al Haram fi Al Islam, hlm. 24
[3] Malik bin Anas, Muwattha’ Al Imam Malik, (Beirut: Dar Ihya’ Turas Al ‘Arabiy, 1985), juz 2, hlm. 703
[4] Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al Bukhari, Shahih al Bukhari, (Damaskus: Dar Thuq Al Najah, 1422 H), juz 3, hlm. 159
[5] Abu Muhammad Abdullah Al Darimi, Sunan Al Darimi, (Saudi Arabia: Dar Al Mughni, 2000), juz 3, hlm. 1827
[6] Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal, (Kairo: Dar al Hadis, 1995), Juz 6, hlm. 100
[7] Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal, (Beirut: Muassasah Al Risalah, 2001), Juz 37, hlm. 85
[8] Ahmad bin Hanbal, ibid., juz 6, hlm. 433
[9] Abu Abdullah Muhammad bin Majah, Sunan Ibni Majah, (Dar Al Risalah Al ‘Alamiyah, 2009), juz 3, hlm. 411
[10] Abu Abdullah Al Hakim Muhammad bin Abdullah Al Naisaburi, Al Mustadrak ‘ala al Shahihaini, (Beirut: Dar Al kutub Al ‘Ilmiyah, 1990), juz 4, hlm. 115
[11] Abu al Qasim Al Thabrani, Al Mu’jam Al Kabir, (Kairo: Maktab Ibn Taimiyah, 1994), Juz 23, hlm. 398
[12] Muhammad Ibnu Hibban, Al Ihsan fi Taqrib Shahih Ibn Hibban, (Beirut: Muassasah Al Risalah, 1998), juz 11, hlm. 467
[13] Ibnu Hibban, ibid., juz 11, hlm. 468
[14] Abu ‘Isya Muhammad bin ‘Isya Al Tirmidzi, Sunan Al Tirmidzi, (Mesir: Syirkah Maktabah Mustafa Al Halabi, 1975), juz 3, hlm. 614
[15] Al Tirmidzi, ibid., juz 3, hlm. 615
[16] Ahmad bin Hanbal, op.cit., Juz 6, hlm. 100
[17] Ahmad bin Hanbal, ibid., juz 6, hlm. 306
[18] Ahmad bin Hanbal, ibid., juz 6, hlm. 327
[19] Ahmad bin Hanbal, ibid., Juz 37, hlm. 85
[20] Abu Daud Sulaiman bin Al Asy’as Al Sijistani, Sunan Abi Daud, (Beirut: Maktabah ‘Ashriyah, tt), juz 3, hlm. 300
[21] Al Darimi, loc.cit.
[22] Abu Bakr Ahmad al Bazzar, Musnad Al Bazzar, (Madinah: Maktabah Al “Ulum wa Al Hikam, 2009), Juz 3, hlm. 247
[23] Sulaiman bin Ahmad Al Thabrani, Al Mu’jam al Shaghir, (Beirut: Al Maktab Al Islami, 1985), juz 1, hlm. 57
[24] Shahih Al Bukhari, loc.cit.
[25] Muwattha’ Imam Malik, loc.cit.
[26] Ahmad bin Hanbal, op.cit., Juz 6, hlm. 100
[27] Ibnu Qayyim Al Jauziyah, Al Ruh, (Beirut: Dar Al Kutb Al ‘Ilmiyah, tt), Juz 1, hlm. 240
[28] Al Hasyim, Hadâya Lil Muwazhzhafin, hal 27-29.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ketenangan Hidup

Ilmu fisika, biologi, falak, dan kimia telah menunjukan kepada kita bahwa dunia diciptakan dengan aturan-aturan dan ukuran-ukuran yang rapi. Tidak ada tempat bagi sesuatu yang terjadi secara kebetulan, semua berjalan mengikuti hukum-hukum yang telah Allah ciptakan di alam semesta ini. “… dan, Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.” (QS Al [...]