bintang

Marhaban

Jadwal Shalat

Salam

Berlomba-lombalah dalam kebaikan. Bukan HANYA mengkritik orang yang berbuat kebaikan. Jika kebaikan yang kita lakukan, maka kita akan mendapatkan kebaikan pula. Itu pasti, itu janji Allah SWT

Assalam

Image and video hosting by TinyPic Image and video hosting by TinyPic Image and video hosting by TinyPic

Selasa, 21 Januari 2014

MAKNA MA’RUF DALAM AL QURAN


MAKNA MA’RUF DALAM AL QURAN

A.    Pendahuluan
Allah SWT telah menciptakan jin dan manusia dengan tujuan tidak lain hanya untuk mengabdi kepada-Nya, beribadah kepada Allah. Sebagaimana firman-Nya:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ (الذاريات: 56)
Artinya:
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.(Q.S. Al Dzâriyât: 56)

Beribadah kepada Allah semata merupakan tujuan utama manusia diciptakan. Oleh karena itu, Allah tidak akan membiarkan mereka mencari jalan sendiri untuk melakukan kewajibannya, melainkan Allah turunkan kepada mereka petunjuk jalan yang benar dengan mengutus kepada seluruh umat manusia para pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, untuk menuntun merekan ke jalan Allah yang lurus. Mereka itulah para Nabi dan Rasul Allah.
Allah SWT melalui para Nabi dan Rasul-Nya mengajarkan kita agar selalu berbuat kebaikan, melakukan hal-hal yang posistif untuk kebaikan hidup baik di dunia maupun di akhirat.
Kebaikan merupakan suatu hal yang sudah ada dalam diri manusia sejak lahir. Naluri melakukan kebaikan selalu tertancap dalam hatinya selama hatinya selalu ia bersihkan dari kotoran-kotoran dosa. Kebaikan yang selalu ia lakukan akan membawa dia ke surga Allah.
وإن البر يهدي إلى الجنة (رواه البخاري ومسلم)


Sesungguhnya kebaikan akan menuntun kepada surga.

Dalam Al Quran, Allah mengungkapkan kebaikan tersebut dalam berbagai ungkapan, seperti “khair”, “birr”, “amalun shalih”, “ma’ruf” dan lain sebagainya. Kesemua kata-kata tersebut memiliki sisi persamaan dan perbedaan makna.
Dalam makalah ini, penulis akan menfokuskan pembahasan tentang makna “ma’ruf” yang terdapat di dalam al Quran.

B.     Pembahasan
1.      Pengertian Ma’ruf
Secara harfiyah, kata ma’ruf merupakan isim maf’ul yang berasal dari kata عرف –يعرف -معرفة[1] yang berarti mengetahui, mengenal atau mengakui, melihat dengan tajam atau mengenali perbedaan. Sebagai isim maf’ul, kata ma’ruf diartikan sebagai sesuatu yang dikenali, diketahui atau yang diakui, dan terkadang kata ini diartikan sebagai sesuatu yang sepantasnya dan secukupnya.
Secara istilah, para ulama telah mendefinisikan ma’ruf dengan berbagai definisi, di antaranya:
a.       Pengertian ma’ruf secara umum:
والمعروف: اسم جامع لكل ما يحبه الله ويرضاه من الإيمان والأعمال الصالحة.
Ma’ruf adalah nama umum (Ism Jâmi’) untuk setiap hal yang disukai dan diridhai Allah berupa keimanan dan perbuatan yang baik.
b.      Menurut sebagian Mufassir:
وَالمعروف هُوَ كلُّ مَا تَعْرِفه النَّفْسُ مِنَ الخيْر وتَبْسَأُ بِهِ وتَطمئنّ إِلَيْهِ.[2]
Ma’ruf adalah setiap kebaikan yang dikenal oleh jiwa, yang menjadikan jiwa tersebut suka dan tenang dengannya.
c.       Menurut Raghib al Ashfahani
المعروف اسم لكل فعل يعرف بالعقل أو الشرع حسنه.[3]
Ma’ruf adalah Isim Jâmi’ untuk setiap perbuatan yang dapat diketahui nilai-nilai kebaikannya, baik menurut akal, maupun agama.
d.      Menurut Ibnu Manzhur
المعروف هو اسْمٌ جَامِعٌ لِكُلِّ مَا عُرف مِنْ طَاعَةِ اللَّهِ وَالتَّقَرُّبِ إِلَيْهِ والإِحسان إِلَى النَّاسِ، وَكُلِّ مَا ندَب إِلَيْهِ الشرعُ وَنَهَى عَنْهُ مِنَ المُحَسَّنات والمُقَبَّحات وَهُوَ مِنَ الصِّفَاتِ الْغَالِبَةِ أَي أَمْر مَعْروف بَيْنَ النَّاسِ إِذَا رأَوْه لَا يُنكرونه.[4]
Ma’ruf adalah Ism Jâmi’ bagi setiap hal yang dikenal, baik itu berupa keta’atan kepada Allah, bertaqarrub kepada-Nya, dan berbuat baik sesama manusia, dan juga termasuk setiap hal-hal baik yang dianjurkan agama untuk melakukannya dan manjauhkan diri dari hal-hal buruk. Ma’ruf merupakan suatu hal yang umum dikenal, artinya perkara tersebut sudah lumrah dalam masyarakat, jika mereka lihat, maka mereka tidak akan mengingkari (kebaikannya).
Dari ke empat pengertian di atas, makna ma’ruf yang paling lengkap adalah pengertian yang disampaikan oleh Ibnu Manzur.
Dalam bahasa lain, “kebaikan” selain diungkapkan dengan kata ma’ruf, juga diungkapkan dalam berbagai sinonim, seperti khair (خير), birrun (بر), dan hasanun (حسن).
Kata “ma’ruf” lebih difokuskan pada berbuat baik untuk orang lain, dengan arti kata, kebaikan tersebut tidak hanya dirasakan oleh orang tersebut, namun juga dirasakan oleh orang lain, dengan adanya pihak lain yang terlibat dalam perbuatan tersebut.
Ma’ruf tidak hanya bentuk perbuatan, namun ma’ruf juga merupakan sebuah sifat yang melekat pada sebuah perbuatan atau benda.
Kata “khair” lebih difokuskan pada kebaikan yang hanya dirasakan oleh pribadi orang yang mengerjakan perbuatan baik tersebut. Ada yang mengatakan bahwa “khair" memiliki makna yang lebih luas dari “ma’ruf”.
Kata “birrun” lebih berkonotasi pada akhlak (moral) yang baik, dalam sebuah hadis dinyatakan:
عَنْ النَّوَّاسِ بْنِ سَمْعَانَ الْأَنْصَارِيِّ، أَنَّهُ سَأَلَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْبِرِّ وَالْإِثْمِ، فَقَالَ: "الْبِرُّ حُسْنُ الْخُلُقِ، وَالْإِثْمُ مَا حَاكَ فِي نَفْسِكَ، وَكَرِهْتَ أَنْ يَطَّلِعَ النَّاسُ عَلَيْهِ". (رواه أحمد ومسلم)
Hadis dari Nawwas bin Sam’an, dia bertanya pada Rasulullah tentang “al birru” dan “al itsmu”, Rasulullah SAW menjawab: “Al birru adalah akhlak yang baik” dan “al  itsm” adalah perbuatan yang mengganjal dalam hatimu, dan kamu tidak mau perbuatan tersebut diketahui orang lain.


2.      Penelusuran Kata-kata Ma’ruf dalam al Quran
Kata ‘urf  (عرف) dengan segala bentuk derifasinya (tashrif), terdapat dalam al Quran sebanyak 71 kali dengan ungkapan dan susunan yang beragam, yang tersebar dalam 17 surat.
Kata Ma’ruf (المعروف) dalam al quran ditemukan sebanyak 39 kali, di antaranya adalah:[5]
1.      Surat Makiyah
a.       Surat Al A’raf ayat 157
b.      Surat Luqman ayat 15 dan 17
2.      Surat Madaniyah, yang terdapat dalam 9 surat, yaitu:
a.       Surat Al Baqarah terdapat 15 kali dalam 13 ayat, yaitu ayat 178, 180, 228, 229, 231 (dua kali), 232, 233 (dua kali), 234, 235, 236, 240, 241 dan 265.
b.      Surat Ali Imran, ayat 104, 110 dan 114.
c.       Surat Al Nisa ayat 5, 6, 8, 19, 25 dan 114.
d.      Surat Al Taubah ayat 67, 71 dan 112
e.       Surat Al Hajj ayat 41.
f.       Surat Muhammad ayat 21.
g.      Surat Al Mumtahanah ayat 12.
h.      Surat Al Thalaq ayat 2 (dua kali) dan 6.
i.        Surat Al Nur ayat 53.
j.        Surat Al Ahzab ayat 6 dan 32.


3.      Klasifikasi Ayat-ayat Ma’ruf dalam Al Quran[6]
a.       Perintah untuk berbuat yang Ma’ruf
Firman Allah Ta’ala:
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (آل عمران: 104)
Imam Thabari dalam tafsirnya menyatakan bahwa makna ma’ruf dalam ayat ini adalah:
يأمرون الناس باتباع محمد صلى الله عليه وسلم ودينه الذي جاء به من عند الله.[7]
Mengajak manusia untuk mengikuti Nabi Muhammad SAW dan mengikuti ajaran Allah yang dibawanya.

b.      Celaan bagi yang melarang berbuat yang Ma’ruf
Firman Allah Ta’ala:
الْمُنَافِقُونَ وَالْمُنَافِقَاتُ بَعْضُهُمْ مِنْ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمُنْكَرِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمَعْرُوفِ وَيَقْبِضُونَ أَيْدِيَهُمْ نَسُوا اللَّهَ فَنَسِيَهُمْ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ هُمُ الْفَاسِقُونَ (التوبة: ٦٧)
Imam Thabari dalam tafsirnya menyatakan bahwa makna ayat ini adalah:
وينهونهم عن الإيمان بالله ورسوله، وبما جاءهم به من عند الله.[8]
Melarang mereka dari keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya dan agama yang dibawanya.

c.       Berbuat Ma’ruf dalam bekerja
Firman Allah Ta’ala:
فَإِنْ خَرَجْنَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِي مَا فَعَلْنَ فِي أَنْفُسِهِنَّ مِنْ مَعْرُوفٍ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ (البقرة: 240)
Muhammad Ali al Shabuni dalam tafsirnya menyatakan bahwa makna ayat ini adalah:
فلا إِثم عليكم يا أولياء الميت في تركهن أن يفعلن ما لا ينكره الشرع كالتزين والتطيب والتعرض للخُطّاب.[9]
Makna ayat tersebut adalah: “Maka tidak ada dosa bagimu wahai para ahli waris untuk membiarkan wanita (yang ditinggal mati suaminya) untuk melakukan hal-hal yang tidak bertentangan dengan syari’at seperti berhias dan memakai harum-haruman serta menampakkan dirinya pada orang lain.

d.      Berbuat Ma’ruf dalam berucap
Firman Allah Ta’ala:
قَوْلٌ مَعْرُوفٌ وَمَغْفِرَةٌ خَيْرٌ مِنْ صَدَقَةٍ يَتْبَعُهَا أَذًى وَاللَّهُ غَنِيٌّ حَلِيمٌ (البقرة: 263)
Imam Thabari dalam tafsirnya menyatakan bahwa makna ayat ini adalah:
أي ردُّ السائل بالتي هي أحسن والصفحُ عن إِلحاحه، خيرٌ عند الله وأفضل من إِعطائه ثم إيذائه أو تعييره بذلّ السؤال.[10]
Menolak orang yang meminta dengan penolakan dan kata-kata yang baik, serta permohonan maaf lebih baik dan lebih utama dari pada memberinya sedekah, namun orang tersebut disakiti dengan kata-kata dan celaan.
e.       Tidak menentang/mengingkari perbuatan yang Ma’ruf
Firman Allah Ta’ala:
وَلَا يَأْتِينَ بِبُهْتَانٍ يَفْتَرِينَهُ بَيْنَ أَيْدِيهِنَّ وَأَرْجُلِهِنَّ وَلَا يَعْصِينَكَ فِي مَعْرُوفٍ (الممتحنة: 12)
Imam Thabari dalam tafsirnya menyatakan bahwa makna ayat ini adalah:
وقوله: (ولا يعصينك في معروف) يقول: ولا يعصينك يا محمد في معروف من أمر الله عز وجل تأمرهن به.[11]
Artinya: Mereka tidak durhaka padamu wahai Muhammad dalam menjalankan perintah Allah yang engkau perindahkan kepada mereka.

f.       Berbuat Ma’ruf dalam rangka menjalankan hak dan kewajiban
Firman Allah Ta’ala:
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ (البقرة: 228)
Imam Thabari dalam tafsirnya menyatakan bahwa makna ayat ini adalah:
فقال بعضهم: تأويله: ولهن من حسن الصحبة والعشرة بالمعروف على أزواجهن مثل الذي عليهن لهم من الطاعة فيما أوجب الله تعالى ذكره له عليها.[12]
Artinya: Mereka berhak mendapatkan perlakuan dan pergaulan yang baik dari suaminya sebagaimana kewajiban mereka (para istri) terhadap suaminya berupa keta’atan mereka (para istri) terhadap mereka (suami) sesuai apa yang telah Allah wajibkan.
M. Quraisy Syihab menafsirkan: “Sang istri pun mempunyai hak untuk diperlakukan secara ma’ruf, yakni sesuai dengan tuntunan agama, sejalan dengan akal sehat, serta sesuai dengan sikap orang berbudi”[13].
g.      Berbuat Ma’ruf dalam rangka menunaikan hak kedua orang tua
Pada surat lain, seperti surat Luqman ayat 15, kata ma’ruf diartikan sebagai sebuah sifat yang memberikan kualitas sikap seseorang kepada kedua orang tuanya.
وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا
Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.
Imam Thabari dalam tafsirnya menyatakan bahwa makna ayat ini adalah:
(وصاحبهما في الدنيا معروفا) يقول: وصاحبهما في الدنيا بالطاعة لهما فيما لا تَبِعَةَ عليك فيه، فيما بينك وبين ربك ولا إثم.[14]
Artinya: Perlakukanlah mereka (kedua orang tua) di dunia dengan mamatuhi mereka selama hal tersebut tidak menimbulkan akibat buruk dan dosa terhadap Allah.
Hal ini bisa dipahami dengan memahami ayat sebelumnya:
وَوَصَّيْنَا الإنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ (١٤)
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
Ayat di atas menjelaskan bahwa salah satu perintah Allah kepada manusia adalah agar mereka berbuat baik kepada ibu-bapaknya, terutama kepada ibunya yang telah mengandungnya selama 9 bulan, dan menyapihnya selama dua tahun. Namun jika kedua orang tuanya musyrik, maka seseorang dilarang mengikuti keduanya. Walaupun demikian, sebagai seorang anak, seseorang tetap diperintahkan untuk bergaul dengan kedua orang tuanya dengan baik (ma’ruf). Bergaul dengan baik ini artinya bertutur kata yang baik, membalas budi dan taat kepada orang tuanya selama hal tersebut tidak bertentangan dengan akidah dan akhlak yang baik.

h.      Berbuat Ma’ruf dalam rangka membelanjakan harta anak yatim
Firman Allah Ta’ala:
وَابْتَلُوا الْيَتَامَى حَتَّى إِذَا بَلَغُوا النِّكَاحَ فَإِنْ آنَسْتُمْ مِنْهُمْ رُشْدًا فَادْفَعُوا إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ وَلَا تَأْكُلُوهَا إِسْرَافًا وَبِدَارًا أَنْ يَكْبَرُوا وَمَنْ كَانَ غَنِيًّا فَلْيَسْتَعْفِفْ وَمَنْ كَانَ فَقِيرًا فَلْيَأْكُلْ بِالْمَعْرُوفِ فَإِذَا دَفَعْتُمْ إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ فَأَشْهِدُوا عَلَيْهِمْ وَكَفَى بِاللَّهِ حَسِيبًا (النساء: 6)
Imam Thabari dalam tafsirnya menyatakan bahwa makna ayat ini adalah:
"المعروف" :ومن كان فقيراً فليأخذ بقدر حاجته الضرورية وبقدر أجرة عمله الذي أذن الله جل ثناؤه لولاة أموالهم أكلها به، إذا كانوا أهل فقر وحاجة إليها.[15]
Artinya: Allah mengizinkan para wali anak yatim tersebut untuk menggunakan harta anak yatim tersebut jika wali tersebut tergolong orang yang fakir dan ia membutuhkan harta tersebut. Kadar harta yang Allah izinkan kepada wali anak yatim untuk dimakan adalah sekadar untuk memenuhi kebutuhan pokoknya dan sekadar upah pemeliharaannya terhadap anak yatim tersebut.

i.        Berlaku Ma’ruf, baik ketika mentalak istri maupun ketika merujuk Istri yang ditalak
Kebanyakan ayat-ayat tentang pernikahan ini dapat diartikan dengan sesuatu yang seharusnya, sepatutnya dan sepantasnya. Hal ini dapat dipahami dari firman Allah Ta’ala:
الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ (البقرة: 229)
Dalam tafsirnya, Ibnu Abbas menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan ma’ruf adalah:
)بِمَعْرُوف( بِحَق الصُّحْبَة والمعاشرة.[16]
Yaitu dengan perlakuan dan pergaulan yang benar dan seharusnya.
وَإِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ سَرِّحُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ وَلا تُمْسِكُوهُنَّ ضِرَارًا لِتَعْتَدُوا وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ...... (البقرة: ٢٣١)
Ayat di atas menceritakan jika seseorang ingin rujuk kembali dengan istrinya yang telah dijatuhi talak sebelum yang ketiga kalinya, hendaklah suami tersebut rujuk dengan cara yang baik. Begitu juga halnya dengan ayat di bawah ini:
فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ فَارِقُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ (الطلاق: 2)
Kepada wanita-wanita yang diceraikan (hendaklah diberikan oleh suaminya) mut'ah menurut yang ma’ruf, sebagai suatu kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa. (Al Baqarah: 241)
وَلِلْمُطَلَّقَاتِ مَتَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِينَ (٢٤١)
Besarnya mahar juga bisa sesuai dengan kemampuan seseorang, akan tetapi pemberian tersebut hendaklah yang pantas. (Al Baqarah ayat 236)
لا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِنْ طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ مَا لَمْ تَمَسُّوهُنَّ أَوْ تَفْرِضُوا لَهُنَّ فَرِيضَةً وَمَتِّعُوهُنَّ عَلَى الْمُوسِعِ قَدَرُهُ وَعَلَى الْمُقْتِرِ قَدَرُهُ مَتَاعًا بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا عَلَى الْمُحْسِنِينَ (٢٣٦)

j.        Berbuat Ma’ruf dalam rangka menjalankan had dan diyat
Firman Allah Ta’ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى الْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالْأُنْثَى بِالْأُنْثَى فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ (البقرة: 178)
Dalam menafsirkan ayat ini, M. Quraisy Shihab[17] menyatakan bahwa: Siapa saja yang mendapatkan pemaafan dari saudaranya, hendaklah yang memaafkan mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah yang diberi maaf membayar diyat kepada yang memberi maaf. Jangan sekali-kali yang memaafkan meminta tebusan yang melampaui batas yang wajar, dan jangan pula yang dimaafkan menunda-nunda pembayaran diyat tanpa alasan.

k.      Berbuat Ma’ruf dalam pergaulan keluarga
Firman Allah Ta’ala:
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا (النساء: 19)
Dalam Shafwah al Tafâsir dinyatakan bahwa makna ayat ini adalah:
{وَعَاشِرُوهُنَّ بالمعروف} أي صاحبوهن بما أمركم الله به من طيب القول والمعاملة بالإِحسان.[18]
Artinya: Pergaulilah mereka sesuai dengan cara yang Allah perintahkan berupa kata-kata yang baik, dan mu’amalah yang juga baik.

l.        Berbuat Ma’ruf ketika memberikan wasiat
Sementara itu, dalam surat Al Baqarah ayat 180, disebutkan jika seseornag merasa ajalnya telah dekat, hendaklah ia memberikan wasiat kepada ibu bapaknya dan karib kerabatnya. Besar dan jenis wasiat tersebut harus ia pertimbangkan baik-baik menurut azaz keadilan. Jadi ma’ruf itu juga memiliki makna “adil”.
Firman Allah Ta’ala:
كُتِبَ عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ إِنْ تَرَكَ خَيْرًا الْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِينَ (البقرة: 180)
Hal ini didukung oleh penafsiran M. Ali al Shabuniy:
{بالمعروف حَقّاً عَلَى المتقين} أي بالعدل بأن لا يزيد على الثلث وألا يوصي للأغنياء ويترك الفقراء.[19]
Keseluruhan ma’na ma’ruf dalam ayat-ayat di atas memiliki satu titik temu, yang mengarah kepada ma’na ma’ruf secara umum, yaitu: Setiap hal yang disukai dan diridhai Allah berupa keimanan dan perbuatan yang baik, dan perbuatan baik tersebut dapat disesuaikan dengan konteks masing-masing ayat tersebut.
C.    Penutup
1.      Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
a)      Menurut Ibnu Manzhur
Ma’ruf adalah Ism Jâmi’ bagi setiap hal yang dikenal, baik itu berupa keta’atan kepada Allah, bertaqarrub kepada-Nya, dan berbuat baik sesama manusia, dan juga termasuk setiap hal-hal baik yang dianjurkan agama untuk melakukannya dan manjauhkan diri dari hal-hal buruk. Ma’ruf merupakan suatu hal yang umum dikenal, artinya perkara tersebut sudah lumrah dalam masyarakat, jika mereka lihat, maka mereka tidak akan mengingkari (kebaikannya).
b)      Keseluruhan ma’na ma’ruf dalam ayat-ayat Al Quran memiliki satu titik temu, yang mengarah kepada ma’na ma’ruf secara umum, yaitu: Setiap hal yang disukai dan diridhai Allah berupa keimanan dan perbuatan yang baik, dan perbuatan baik tersebut dapat disesuaikan dengan konteks masing-masing ayat tersebut.

  1. Kritik dan Saran
Alhamdulillah tiada harapan dan upaya sedikitpun dari kami kecuali makalah ini dapat bermanfa’at bagi segenap pembaca, dan dapat menambah sedikit banyak mengenai studi Islam.
Di balik itu semua, maka dengan segala kemampuan yang pemakalah miliki tentunya masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam makalah ini. Diharapkan setiap pembaca dapat memberi teguran dan pembenaran kontruktif bagi pemakalah, terutama dari teman-teman mahasiswa dan Bapak dosen pengampu khususnya, dan sebelumnya pemakalah ucapkan banyak terima kasih.

KEPUSTAKAAN
 
Al Maktabah al Syâmilah versi 3.51

Abadi, Al Fairuz, Tanwîr al Miqbâs min Tafsir ibn Abbas Beirut: Dâr al Kutub al ‘Ilmiyah, tt
Al Ashfahani, Raghib, Al Mufradât fî Gharîb al Quran, Beirut: Dâr Al Qalam, 1412 H
Baqi, Muhammad Fuad Abdul, Al Mu’jam al Mufahras li Alfâzh al Quran al Karim, Kairo: Dâr Al Kutub Al Mashriyah
Manzhur, Ibnu, Lisan al ‘Arabiy, Beirut: Dâr al Shâdir, 1414 H
Al Qurthubi, Abu Abdullah, Al Jâmi’ li Ahkâm al Quraniy (Tafsir Qurthubi), Kairo: Dâr al Kutub al Mashriyah, 1964
Al Shabuni, Muhammad Ali, Shafwah al Tafâsir, Kairo: Dâr Al Shabuniy, 1997
Shihab, M. Quraisy, Tafsir al Mishbah, Jakarta: Lentera Hati, 2002
Al Thabari, Ibnu Jarir, Tafsir Thabari , Kairo: Muassasah al Risâlah, 2000
Al Zain, Muhammad Sabbam Rusydi, Al Mu’jam al Mufahras li Ma’âni al Quran al ‘Azhim, Beirut: Dâr al Fikr, 1995



[1] Raghib Al Ashfahani, Al Mufradât fî Gharîb al Quran, (Beirut: Dâr Al Qalam, 1412 H), Juz 1, hlm. 560
عرف: المَعْرِفَةُ والعِرْفَانُ: إدراك الشيء بتفكّر وتدبّر لأثره، وهو أخصّ من العلم، ويضادّه الإنكار
Al Ma’rifah yaitu mengetahui sesuatu dengan cara memikirkan dan mendalami pengaruh seuatu hal, Ma’rifah lebih khusus dari Ilmu, antonimnya adalah Al Inkâr.
[2] Ibnu Manzhur, Lisan al ‘Arabiy, (Beirut: Dâr al Shâdir, 1414 H), juz 9, hlm. 239
[3] Raghib Al Ashfahani, op.cit., Juz 1, hlm. 561
[4] Ibnu Manzhur, op.cit., juz 9, hlm. 240
[5] Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al Mu’jam al Mufahras li Alfâzh al Quran al Karim, (Kairo: Dâr Al Kutub Al Mashriyah), hlm. 458
[6] Muhammad Sabbam Rusydi al Zain, Al Mu’jam al Mufahras li Ma’âni al Quran al ‘Azhim, (Beirut: Dâr al Fikr, 1995), Juz 1, hlm. 1128
[7] Ibnu Jarir al Thabari, Tafsir Thabari  (Kairo: Muassasah al Risâlah, 2000), juz 7, hlm.91
[8] Ibid., juz 14, hlm. 338
[9] Abu Abdullah al Qurthubi, Al Jâmi’ li Ahkâm al Quraniy (Tafsir Qurthubi), (Kairo: Dâr al Kutub al Mashriyah, 1964), Juz 3, hlm. 228
[10] Al Thabari, ibid., juz 5, hlm. 520
[11] Al Thabari, ibid., juz 23, hlm. 340
[12] Al Thabari, ibid., juz 4, hlm. 531
[13] M. Quraisy Shihab, Tafsir al Mishbah (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Juz 1, hlm. 595
[14] Al Thabari, ibid., juz 20, hlm. 139
[15] Al Thabari, ibid., juz 7, hlm. 582
[16] Al Fairuz Abadi, Tanwîr al Miqbâs min Tafsir ibn Abbas (Beirut: Dâr al Kutub al ‘Ilmiyah, tt), hlm. 32
[17] M. Quraisy Shihab, Loc.cit., Juz 1, hlm. 474
[18] Muhammad Ali Al Shabuni, Shafwah al Tafâsir (Kairo: Dâr Al Shabuniy, 1997), juz 1, hlm. 244
[19] M. Ali Al Shabuniy, ibid., hlm. 105

MAKNA MA’RUF DALAM AL QURAN

A.    Pendahuluan
Allah SWT telah menciptakan jin dan manusia dengan tujuan tidak lain hanya untuk mengabdi kepada-Nya, beribadah kepada Allah. Sebagaimana firman-Nya:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ (الذاريات: 56)
Artinya:
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.(Q.S. Al Dzâriyât: 56)

Beribadah kepada Allah semata merupakan tujuan utama manusia diciptakan. Oleh karena itu, Allah tidak akan membiarkan mereka mencari jalan sendiri untuk melakukan kewajibannya, melainkan Allah turunkan kepada mereka petunjuk jalan yang benar dengan mengutus kepada seluruh umat manusia para pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, untuk menuntun merekan ke jalan Allah yang lurus. Mereka itulah para Nabi dan Rasul Allah.
Allah SWT melalui para Nabi dan Rasul-Nya mengajarkan kita agar selalu berbuat kebaikan, melakukan hal-hal yang posistif untuk kebaikan hidup baik di dunia maupun di akhirat.
Kebaikan merupakan suatu hal yang sudah ada dalam diri manusia sejak lahir. Naluri melakukan kebaikan selalu tertancap dalam hatinya selama hatinya selalu ia bersihkan dari kotoran-kotoran dosa. Kebaikan yang selalu ia lakukan akan membawa dia ke surga Allah.
وإن البر يهدي إلى الجنة (رواه البخاري ومسلم)


Sesungguhnya kebaikan akan menuntun kepada surga.

Dalam Al Quran, Allah mengungkapkan kebaikan tersebut dalam berbagai ungkapan, seperti “khair”, “birr”, “amalun shalih”, “ma’ruf” dan lain sebagainya. Kesemua kata-kata tersebut memiliki sisi persamaan dan perbedaan makna.
Dalam makalah ini, penulis akan menfokuskan pembahasan tentang makna “ma’ruf” yang terdapat di dalam al Quran.

B.     Pembahasan
1.      Pengertian Ma’ruf
Secara harfiyah, kata ma’ruf merupakan isim maf’ul yang berasal dari kata عرف –يعرف -معرفة[1] yang berarti mengetahui, mengenal atau mengakui, melihat dengan tajam atau mengenali perbedaan. Sebagai isim maf’ul, kata ma’ruf diartikan sebagai sesuatu yang dikenali, diketahui atau yang diakui, dan terkadang kata ini diartikan sebagai sesuatu yang sepantasnya dan secukupnya.
Secara istilah, para ulama telah mendefinisikan ma’ruf dengan berbagai definisi, di antaranya:
a.       Pengertian ma’ruf secara umum:
والمعروف: اسم جامع لكل ما يحبه الله ويرضاه من الإيمان والأعمال الصالحة.
Ma’ruf adalah nama umum (Ism Jâmi’) untuk setiap hal yang disukai dan diridhai Allah berupa keimanan dan perbuatan yang baik.
b.      Menurut sebagian Mufassir:
وَالمعروف هُوَ كلُّ مَا تَعْرِفه النَّفْسُ مِنَ الخيْر وتَبْسَأُ بِهِ وتَطمئنّ إِلَيْهِ.[2]
Ma’ruf adalah setiap kebaikan yang dikenal oleh jiwa, yang menjadikan jiwa tersebut suka dan tenang dengannya.
c.       Menurut Raghib al Ashfahani
المعروف اسم لكل فعل يعرف بالعقل أو الشرع حسنه.[3]
Ma’ruf adalah Isim Jâmi’ untuk setiap perbuatan yang dapat diketahui nilai-nilai kebaikannya, baik menurut akal, maupun agama.
d.      Menurut Ibnu Manzhur
المعروف هو اسْمٌ جَامِعٌ لِكُلِّ مَا عُرف مِنْ طَاعَةِ اللَّهِ وَالتَّقَرُّبِ إِلَيْهِ والإِحسان إِلَى النَّاسِ، وَكُلِّ مَا ندَب إِلَيْهِ الشرعُ وَنَهَى عَنْهُ مِنَ المُحَسَّنات والمُقَبَّحات وَهُوَ مِنَ الصِّفَاتِ الْغَالِبَةِ أَي أَمْر مَعْروف بَيْنَ النَّاسِ إِذَا رأَوْه لَا يُنكرونه.[4]
Ma’ruf adalah Ism Jâmi’ bagi setiap hal yang dikenal, baik itu berupa keta’atan kepada Allah, bertaqarrub kepada-Nya, dan berbuat baik sesama manusia, dan juga termasuk setiap hal-hal baik yang dianjurkan agama untuk melakukannya dan manjauhkan diri dari hal-hal buruk. Ma’ruf merupakan suatu hal yang umum dikenal, artinya perkara tersebut sudah lumrah dalam masyarakat, jika mereka lihat, maka mereka tidak akan mengingkari (kebaikannya).
Dari ke empat pengertian di atas, makna ma’ruf yang paling lengkap adalah pengertian yang disampaikan oleh Ibnu Manzur.
Dalam bahasa lain, “kebaikan” selain diungkapkan dengan kata ma’ruf, juga diungkapkan dalam berbagai sinonim, seperti khair (خير), birrun (بر), dan hasanun (حسن).
Kata “ma’ruf” lebih difokuskan pada berbuat baik untuk orang lain, dengan arti kata, kebaikan tersebut tidak hanya dirasakan oleh orang tersebut, namun juga dirasakan oleh orang lain, dengan adanya pihak lain yang terlibat dalam perbuatan tersebut.
Ma’ruf tidak hanya bentuk perbuatan, namun ma’ruf juga merupakan sebuah sifat yang melekat pada sebuah perbuatan atau benda.
Kata “khair” lebih difokuskan pada kebaikan yang hanya dirasakan oleh pribadi orang yang mengerjakan perbuatan baik tersebut. Ada yang mengatakan bahwa “khair" memiliki makna yang lebih luas dari “ma’ruf”.
Kata “birrun” lebih berkonotasi pada akhlak (moral) yang baik, dalam sebuah hadis dinyatakan:
عَنْ النَّوَّاسِ بْنِ سَمْعَانَ الْأَنْصَارِيِّ، أَنَّهُ سَأَلَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْبِرِّ وَالْإِثْمِ، فَقَالَ: "الْبِرُّ حُسْنُ الْخُلُقِ، وَالْإِثْمُ مَا حَاكَ فِي نَفْسِكَ، وَكَرِهْتَ أَنْ يَطَّلِعَ النَّاسُ عَلَيْهِ". (رواه أحمد ومسلم)
Hadis dari Nawwas bin Sam’an, dia bertanya pada Rasulullah tentang “al birru” dan “al itsmu”, Rasulullah SAW menjawab: “Al birru adalah akhlak yang baik” dan “al  itsm” adalah perbuatan yang mengganjal dalam hatimu, dan kamu tidak mau perbuatan tersebut diketahui orang lain.


2.      Penelusuran Kata-kata Ma’ruf dalam al Quran
Kata ‘urf  (عرف) dengan segala bentuk derifasinya (tashrif), terdapat dalam al Quran sebanyak 71 kali dengan ungkapan dan susunan yang beragam, yang tersebar dalam 17 surat.
Kata Ma’ruf (المعروف) dalam al quran ditemukan sebanyak 39 kali, di antaranya adalah:[5]
1.      Surat Makiyah
a.       Surat Al A’raf ayat 157
b.      Surat Luqman ayat 15 dan 17
2.      Surat Madaniyah, yang terdapat dalam 9 surat, yaitu:
a.       Surat Al Baqarah terdapat 15 kali dalam 13 ayat, yaitu ayat 178, 180, 228, 229, 231 (dua kali), 232, 233 (dua kali), 234, 235, 236, 240, 241 dan 265.
b.      Surat Ali Imran, ayat 104, 110 dan 114.
c.       Surat Al Nisa ayat 5, 6, 8, 19, 25 dan 114.
d.      Surat Al Taubah ayat 67, 71 dan 112
e.       Surat Al Hajj ayat 41.
f.       Surat Muhammad ayat 21.
g.      Surat Al Mumtahanah ayat 12.
h.      Surat Al Thalaq ayat 2 (dua kali) dan 6.
i.        Surat Al Nur ayat 53.
j.        Surat Al Ahzab ayat 6 dan 32.


3.      Klasifikasi Ayat-ayat Ma’ruf dalam Al Quran[6]
a.       Perintah untuk berbuat yang Ma’ruf
Firman Allah Ta’ala:
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (آل عمران: 104)
Imam Thabari dalam tafsirnya menyatakan bahwa makna ma’ruf dalam ayat ini adalah:
يأمرون الناس باتباع محمد صلى الله عليه وسلم ودينه الذي جاء به من عند الله.[7]
Mengajak manusia untuk mengikuti Nabi Muhammad SAW dan mengikuti ajaran Allah yang dibawanya.

b.      Celaan bagi yang melarang berbuat yang Ma’ruf
Firman Allah Ta’ala:
الْمُنَافِقُونَ وَالْمُنَافِقَاتُ بَعْضُهُمْ مِنْ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمُنْكَرِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمَعْرُوفِ وَيَقْبِضُونَ أَيْدِيَهُمْ نَسُوا اللَّهَ فَنَسِيَهُمْ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ هُمُ الْفَاسِقُونَ (التوبة: ٦٧)
Imam Thabari dalam tafsirnya menyatakan bahwa makna ayat ini adalah:
وينهونهم عن الإيمان بالله ورسوله، وبما جاءهم به من عند الله.[8]
Melarang mereka dari keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya dan agama yang dibawanya.

c.       Berbuat Ma’ruf dalam bekerja
Firman Allah Ta’ala:
فَإِنْ خَرَجْنَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِي مَا فَعَلْنَ فِي أَنْفُسِهِنَّ مِنْ مَعْرُوفٍ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ (البقرة: 240)
Muhammad Ali al Shabuni dalam tafsirnya menyatakan bahwa makna ayat ini adalah:
فلا إِثم عليكم يا أولياء الميت في تركهن أن يفعلن ما لا ينكره الشرع كالتزين والتطيب والتعرض للخُطّاب.[9]
Makna ayat tersebut adalah: “Maka tidak ada dosa bagimu wahai para ahli waris untuk membiarkan wanita (yang ditinggal mati suaminya) untuk melakukan hal-hal yang tidak bertentangan dengan syari’at seperti berhias dan memakai harum-haruman serta menampakkan dirinya pada orang lain.

d.      Berbuat Ma’ruf dalam berucap
Firman Allah Ta’ala:
قَوْلٌ مَعْرُوفٌ وَمَغْفِرَةٌ خَيْرٌ مِنْ صَدَقَةٍ يَتْبَعُهَا أَذًى وَاللَّهُ غَنِيٌّ حَلِيمٌ (البقرة: 263)
Imam Thabari dalam tafsirnya menyatakan bahwa makna ayat ini adalah:
أي ردُّ السائل بالتي هي أحسن والصفحُ عن إِلحاحه، خيرٌ عند الله وأفضل من إِعطائه ثم إيذائه أو تعييره بذلّ السؤال.[10]
Menolak orang yang meminta dengan penolakan dan kata-kata yang baik, serta permohonan maaf lebih baik dan lebih utama dari pada memberinya sedekah, namun orang tersebut disakiti dengan kata-kata dan celaan.
e.       Tidak menentang/mengingkari perbuatan yang Ma’ruf
Firman Allah Ta’ala:
وَلَا يَأْتِينَ بِبُهْتَانٍ يَفْتَرِينَهُ بَيْنَ أَيْدِيهِنَّ وَأَرْجُلِهِنَّ وَلَا يَعْصِينَكَ فِي مَعْرُوفٍ (الممتحنة: 12)
Imam Thabari dalam tafsirnya menyatakan bahwa makna ayat ini adalah:
وقوله: (ولا يعصينك في معروف) يقول: ولا يعصينك يا محمد في معروف من أمر الله عز وجل تأمرهن به.[11]
Artinya: Mereka tidak durhaka padamu wahai Muhammad dalam menjalankan perintah Allah yang engkau perindahkan kepada mereka.

f.       Berbuat Ma’ruf dalam rangka menjalankan hak dan kewajiban
Firman Allah Ta’ala:
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ (البقرة: 228)
Imam Thabari dalam tafsirnya menyatakan bahwa makna ayat ini adalah:
فقال بعضهم: تأويله: ولهن من حسن الصحبة والعشرة بالمعروف على أزواجهن مثل الذي عليهن لهم من الطاعة فيما أوجب الله تعالى ذكره له عليها.[12]
Artinya: Mereka berhak mendapatkan perlakuan dan pergaulan yang baik dari suaminya sebagaimana kewajiban mereka (para istri) terhadap suaminya berupa keta’atan mereka (para istri) terhadap mereka (suami) sesuai apa yang telah Allah wajibkan.
M. Quraisy Syihab menafsirkan: “Sang istri pun mempunyai hak untuk diperlakukan secara ma’ruf, yakni sesuai dengan tuntunan agama, sejalan dengan akal sehat, serta sesuai dengan sikap orang berbudi”[13].
g.      Berbuat Ma’ruf dalam rangka menunaikan hak kedua orang tua
Pada surat lain, seperti surat Luqman ayat 15, kata ma’ruf diartikan sebagai sebuah sifat yang memberikan kualitas sikap seseorang kepada kedua orang tuanya.
وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا
Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.
Imam Thabari dalam tafsirnya menyatakan bahwa makna ayat ini adalah:
(وصاحبهما في الدنيا معروفا) يقول: وصاحبهما في الدنيا بالطاعة لهما فيما لا تَبِعَةَ عليك فيه، فيما بينك وبين ربك ولا إثم.[14]
Artinya: Perlakukanlah mereka (kedua orang tua) di dunia dengan mamatuhi mereka selama hal tersebut tidak menimbulkan akibat buruk dan dosa terhadap Allah.
Hal ini bisa dipahami dengan memahami ayat sebelumnya:
وَوَصَّيْنَا الإنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ (١٤)
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
Ayat di atas menjelaskan bahwa salah satu perintah Allah kepada manusia adalah agar mereka berbuat baik kepada ibu-bapaknya, terutama kepada ibunya yang telah mengandungnya selama 9 bulan, dan menyapihnya selama dua tahun. Namun jika kedua orang tuanya musyrik, maka seseorang dilarang mengikuti keduanya. Walaupun demikian, sebagai seorang anak, seseorang tetap diperintahkan untuk bergaul dengan kedua orang tuanya dengan baik (ma’ruf). Bergaul dengan baik ini artinya bertutur kata yang baik, membalas budi dan taat kepada orang tuanya selama hal tersebut tidak bertentangan dengan akidah dan akhlak yang baik.

h.      Berbuat Ma’ruf dalam rangka membelanjakan harta anak yatim
Firman Allah Ta’ala:
وَابْتَلُوا الْيَتَامَى حَتَّى إِذَا بَلَغُوا النِّكَاحَ فَإِنْ آنَسْتُمْ مِنْهُمْ رُشْدًا فَادْفَعُوا إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ وَلَا تَأْكُلُوهَا إِسْرَافًا وَبِدَارًا أَنْ يَكْبَرُوا وَمَنْ كَانَ غَنِيًّا فَلْيَسْتَعْفِفْ وَمَنْ كَانَ فَقِيرًا فَلْيَأْكُلْ بِالْمَعْرُوفِ فَإِذَا دَفَعْتُمْ إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ فَأَشْهِدُوا عَلَيْهِمْ وَكَفَى بِاللَّهِ حَسِيبًا (النساء: 6)
Imam Thabari dalam tafsirnya menyatakan bahwa makna ayat ini adalah:
"المعروف" :ومن كان فقيراً فليأخذ بقدر حاجته الضرورية وبقدر أجرة عمله الذي أذن الله جل ثناؤه لولاة أموالهم أكلها به، إذا كانوا أهل فقر وحاجة إليها.[15]
Artinya: Allah mengizinkan para wali anak yatim tersebut untuk menggunakan harta anak yatim tersebut jika wali tersebut tergolong orang yang fakir dan ia membutuhkan harta tersebut. Kadar harta yang Allah izinkan kepada wali anak yatim untuk dimakan adalah sekadar untuk memenuhi kebutuhan pokoknya dan sekadar upah pemeliharaannya terhadap anak yatim tersebut.

i.        Berlaku Ma’ruf, baik ketika mentalak istri maupun ketika merujuk Istri yang ditalak
Kebanyakan ayat-ayat tentang pernikahan ini dapat diartikan dengan sesuatu yang seharusnya, sepatutnya dan sepantasnya. Hal ini dapat dipahami dari firman Allah Ta’ala:
الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ (البقرة: 229)
Dalam tafsirnya, Ibnu Abbas menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan ma’ruf adalah:
)بِمَعْرُوف( بِحَق الصُّحْبَة والمعاشرة.[16]
Yaitu dengan perlakuan dan pergaulan yang benar dan seharusnya.
وَإِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ سَرِّحُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ وَلا تُمْسِكُوهُنَّ ضِرَارًا لِتَعْتَدُوا وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ...... (البقرة: ٢٣١)
Ayat di atas menceritakan jika seseorang ingin rujuk kembali dengan istrinya yang telah dijatuhi talak sebelum yang ketiga kalinya, hendaklah suami tersebut rujuk dengan cara yang baik. Begitu juga halnya dengan ayat di bawah ini:
فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ فَارِقُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ (الطلاق: 2)
Kepada wanita-wanita yang diceraikan (hendaklah diberikan oleh suaminya) mut'ah menurut yang ma’ruf, sebagai suatu kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa. (Al Baqarah: 241)
وَلِلْمُطَلَّقَاتِ مَتَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِينَ (٢٤١)
Besarnya mahar juga bisa sesuai dengan kemampuan seseorang, akan tetapi pemberian tersebut hendaklah yang pantas. (Al Baqarah ayat 236)
لا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِنْ طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ مَا لَمْ تَمَسُّوهُنَّ أَوْ تَفْرِضُوا لَهُنَّ فَرِيضَةً وَمَتِّعُوهُنَّ عَلَى الْمُوسِعِ قَدَرُهُ وَعَلَى الْمُقْتِرِ قَدَرُهُ مَتَاعًا بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا عَلَى الْمُحْسِنِينَ (٢٣٦)

j.        Berbuat Ma’ruf dalam rangka menjalankan had dan diyat
Firman Allah Ta’ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى الْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالْأُنْثَى بِالْأُنْثَى فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ (البقرة: 178)
Dalam menafsirkan ayat ini, M. Quraisy Shihab[17] menyatakan bahwa: Siapa saja yang mendapatkan pemaafan dari saudaranya, hendaklah yang memaafkan mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah yang diberi maaf membayar diyat kepada yang memberi maaf. Jangan sekali-kali yang memaafkan meminta tebusan yang melampaui batas yang wajar, dan jangan pula yang dimaafkan menunda-nunda pembayaran diyat tanpa alasan.

k.      Berbuat Ma’ruf dalam pergaulan keluarga
Firman Allah Ta’ala:
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا (النساء: 19)
Dalam Shafwah al Tafâsir dinyatakan bahwa makna ayat ini adalah:
{وَعَاشِرُوهُنَّ بالمعروف} أي صاحبوهن بما أمركم الله به من طيب القول والمعاملة بالإِحسان.[18]
Artinya: Pergaulilah mereka sesuai dengan cara yang Allah perintahkan berupa kata-kata yang baik, dan mu’amalah yang juga baik.

l.        Berbuat Ma’ruf ketika memberikan wasiat
Sementara itu, dalam surat Al Baqarah ayat 180, disebutkan jika seseornag merasa ajalnya telah dekat, hendaklah ia memberikan wasiat kepada ibu bapaknya dan karib kerabatnya. Besar dan jenis wasiat tersebut harus ia pertimbangkan baik-baik menurut azaz keadilan. Jadi ma’ruf itu juga memiliki makna “adil”.
Firman Allah Ta’ala:
كُتِبَ عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ إِنْ تَرَكَ خَيْرًا الْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِينَ (البقرة: 180)
Hal ini didukung oleh penafsiran M. Ali al Shabuniy:
{بالمعروف حَقّاً عَلَى المتقين} أي بالعدل بأن لا يزيد على الثلث وألا يوصي للأغنياء ويترك الفقراء.[19]
Keseluruhan ma’na ma’ruf dalam ayat-ayat di atas memiliki satu titik temu, yang mengarah kepada ma’na ma’ruf secara umum, yaitu: Setiap hal yang disukai dan diridhai Allah berupa keimanan dan perbuatan yang baik, dan perbuatan baik tersebut dapat disesuaikan dengan konteks masing-masing ayat tersebut.
C.    Penutup
1.      Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
a)      Menurut Ibnu Manzhur
Ma’ruf adalah Ism Jâmi’ bagi setiap hal yang dikenal, baik itu berupa keta’atan kepada Allah, bertaqarrub kepada-Nya, dan berbuat baik sesama manusia, dan juga termasuk setiap hal-hal baik yang dianjurkan agama untuk melakukannya dan manjauhkan diri dari hal-hal buruk. Ma’ruf merupakan suatu hal yang umum dikenal, artinya perkara tersebut sudah lumrah dalam masyarakat, jika mereka lihat, maka mereka tidak akan mengingkari (kebaikannya).
b)      Keseluruhan ma’na ma’ruf dalam ayat-ayat Al Quran memiliki satu titik temu, yang mengarah kepada ma’na ma’ruf secara umum, yaitu: Setiap hal yang disukai dan diridhai Allah berupa keimanan dan perbuatan yang baik, dan perbuatan baik tersebut dapat disesuaikan dengan konteks masing-masing ayat tersebut.

  1. Kritik dan Saran
Alhamdulillah tiada harapan dan upaya sedikitpun dari kami kecuali makalah ini dapat bermanfa’at bagi segenap pembaca, dan dapat menambah sedikit banyak mengenai studi Islam.
Di balik itu semua, maka dengan segala kemampuan yang pemakalah miliki tentunya masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam makalah ini. Diharapkan setiap pembaca dapat memberi teguran dan pembenaran kontruktif bagi pemakalah, terutama dari teman-teman mahasiswa dan Bapak dosen pengampu khususnya, dan sebelumnya pemakalah ucapkan banyak terima kasih.

KEPUSTAKAAN
 
Al Maktabah al Syâmilah versi 3.51

Abadi, Al Fairuz, Tanwîr al Miqbâs min Tafsir ibn Abbas Beirut: Dâr al Kutub al ‘Ilmiyah, tt
Al Ashfahani, Raghib, Al Mufradât fî Gharîb al Quran, Beirut: Dâr Al Qalam, 1412 H
Baqi, Muhammad Fuad Abdul, Al Mu’jam al Mufahras li Alfâzh al Quran al Karim, Kairo: Dâr Al Kutub Al Mashriyah
Manzhur, Ibnu, Lisan al ‘Arabiy, Beirut: Dâr al Shâdir, 1414 H
Al Qurthubi, Abu Abdullah, Al Jâmi’ li Ahkâm al Quraniy (Tafsir Qurthubi), Kairo: Dâr al Kutub al Mashriyah, 1964
Al Shabuni, Muhammad Ali, Shafwah al Tafâsir, Kairo: Dâr Al Shabuniy, 1997
Shihab, M. Quraisy, Tafsir al Mishbah, Jakarta: Lentera Hati, 2002
Al Thabari, Ibnu Jarir, Tafsir Thabari , Kairo: Muassasah al Risâlah, 2000
Al Zain, Muhammad Sabbam Rusydi, Al Mu’jam al Mufahras li Ma’âni al Quran al ‘Azhim, Beirut: Dâr al Fikr, 1995



[1] Raghib Al Ashfahani, Al Mufradât fî Gharîb al Quran, (Beirut: Dâr Al Qalam, 1412 H), Juz 1, hlm. 560
عرف: المَعْرِفَةُ والعِرْفَانُ: إدراك الشيء بتفكّر وتدبّر لأثره، وهو أخصّ من العلم، ويضادّه الإنكار
Al Ma’rifah yaitu mengetahui sesuatu dengan cara memikirkan dan mendalami pengaruh seuatu hal, Ma’rifah lebih khusus dari Ilmu, antonimnya adalah Al Inkâr.
[2] Ibnu Manzhur, Lisan al ‘Arabiy, (Beirut: Dâr al Shâdir, 1414 H), juz 9, hlm. 239
[3] Raghib Al Ashfahani, op.cit., Juz 1, hlm. 561
[4] Ibnu Manzhur, op.cit., juz 9, hlm. 240
[5] Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al Mu’jam al Mufahras li Alfâzh al Quran al Karim, (Kairo: Dâr Al Kutub Al Mashriyah), hlm. 458
[6] Muhammad Sabbam Rusydi al Zain, Al Mu’jam al Mufahras li Ma’âni al Quran al ‘Azhim, (Beirut: Dâr al Fikr, 1995), Juz 1, hlm. 1128
[7] Ibnu Jarir al Thabari, Tafsir Thabari  (Kairo: Muassasah al Risâlah, 2000), juz 7, hlm.91
[8] Ibid., juz 14, hlm. 338
[9] Abu Abdullah al Qurthubi, Al Jâmi’ li Ahkâm al Quraniy (Tafsir Qurthubi), (Kairo: Dâr al Kutub al Mashriyah, 1964), Juz 3, hlm. 228
[10] Al Thabari, ibid., juz 5, hlm. 520
[11] Al Thabari, ibid., juz 23, hlm. 340
[12] Al Thabari, ibid., juz 4, hlm. 531
[13] M. Quraisy Shihab, Tafsir al Mishbah (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Juz 1, hlm. 595
[14] Al Thabari, ibid., juz 20, hlm. 139
[15] Al Thabari, ibid., juz 7, hlm. 582
[16] Al Fairuz Abadi, Tanwîr al Miqbâs min Tafsir ibn Abbas (Beirut: Dâr al Kutub al ‘Ilmiyah, tt), hlm. 32
[17] M. Quraisy Shihab, Loc.cit., Juz 1, hlm. 474
[18] Muhammad Ali Al Shabuni, Shafwah al Tafâsir (Kairo: Dâr Al Shabuniy, 1997), juz 1, hlm. 244
[19] M. Ali Al Shabuniy, ibid., hlm. 105

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ketenangan Hidup

Ilmu fisika, biologi, falak, dan kimia telah menunjukan kepada kita bahwa dunia diciptakan dengan aturan-aturan dan ukuran-ukuran yang rapi. Tidak ada tempat bagi sesuatu yang terjadi secara kebetulan, semua berjalan mengikuti hukum-hukum yang telah Allah ciptakan di alam semesta ini. “… dan, Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.” (QS Al [...]