MAKNA MA’RUF
DALAM AL QURAN
A. Pendahuluan
Allah SWT telah
menciptakan jin dan manusia dengan tujuan tidak lain hanya untuk mengabdi
kepada-Nya, beribadah kepada Allah. Sebagaimana firman-Nya:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ (الذاريات:
56)
Artinya:
Dan Aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.(Q.S. Al
Dzâriyât: 56)
Beribadah kepada
Allah semata merupakan tujuan utama manusia diciptakan. Oleh karena itu, Allah
tidak akan membiarkan mereka mencari jalan sendiri untuk melakukan
kewajibannya, melainkan Allah turunkan kepada mereka petunjuk jalan yang benar
dengan mengutus kepada seluruh umat manusia para pembawa berita gembira dan pemberi
peringatan, untuk menuntun merekan ke jalan Allah yang lurus. Mereka itulah
para Nabi dan Rasul Allah.
Allah SWT melalui para Nabi dan Rasul-Nya mengajarkan kita agar selalu
berbuat kebaikan, melakukan hal-hal yang posistif untuk kebaikan hidup baik di
dunia maupun di akhirat.
Kebaikan merupakan suatu hal yang sudah ada dalam diri manusia sejak lahir.
Naluri melakukan kebaikan selalu tertancap dalam hatinya selama hatinya selalu
ia bersihkan dari kotoran-kotoran dosa. Kebaikan yang selalu ia lakukan akan
membawa dia ke surga Allah.
وإن البر يهدي إلى الجنة (رواه البخاري ومسلم)
Sesungguhnya
kebaikan akan menuntun kepada surga.
Dalam Al Quran, Allah mengungkapkan kebaikan tersebut dalam berbagai
ungkapan, seperti “khair”, “birr”, “amalun shalih”, “ma’ruf” dan lain
sebagainya. Kesemua kata-kata tersebut memiliki sisi persamaan dan perbedaan
makna.
Dalam makalah ini, penulis akan menfokuskan pembahasan tentang makna “ma’ruf”
yang terdapat di dalam al Quran.
B. Pembahasan
1.
Pengertian Ma’ruf
Secara harfiyah, kata ma’ruf merupakan isim maf’ul yang
berasal dari kata عرف –يعرف
-معرفة[1] yang berarti
mengetahui, mengenal atau mengakui, melihat dengan tajam atau mengenali
perbedaan. Sebagai isim maf’ul, kata ma’ruf diartikan sebagai
sesuatu yang dikenali, diketahui atau yang diakui, dan terkadang kata ini
diartikan sebagai sesuatu yang sepantasnya dan secukupnya.
Secara istilah, para ulama telah mendefinisikan ma’ruf dengan
berbagai definisi, di antaranya:
a.
Pengertian ma’ruf
secara umum:
والمعروف: اسم جامع لكل ما يحبه الله ويرضاه من الإيمان
والأعمال الصالحة.
Ma’ruf adalah nama umum (Ism Jâmi’)
untuk setiap hal yang disukai dan diridhai Allah berupa keimanan dan perbuatan
yang baik.
b.
Menurut sebagian
Mufassir:
Ma’ruf adalah setiap kebaikan yang
dikenal oleh jiwa, yang menjadikan jiwa tersebut suka dan tenang dengannya.
c.
Menurut Raghib
al Ashfahani
Ma’ruf adalah Isim Jâmi’ untuk setiap
perbuatan yang dapat diketahui nilai-nilai kebaikannya, baik menurut akal,
maupun agama.
d.
Menurut Ibnu
Manzhur
المعروف هو اسْمٌ
جَامِعٌ لِكُلِّ مَا عُرف مِنْ طَاعَةِ اللَّهِ وَالتَّقَرُّبِ إِلَيْهِ والإِحسان
إِلَى النَّاسِ، وَكُلِّ مَا ندَب إِلَيْهِ الشرعُ وَنَهَى عَنْهُ مِنَ
المُحَسَّنات والمُقَبَّحات وَهُوَ مِنَ الصِّفَاتِ الْغَالِبَةِ أَي أَمْر
مَعْروف بَيْنَ النَّاسِ إِذَا رأَوْه لَا يُنكرونه.[4]
Ma’ruf adalah Ism Jâmi’ bagi setiap hal
yang dikenal, baik itu berupa keta’atan kepada Allah, bertaqarrub kepada-Nya, dan berbuat baik sesama
manusia, dan juga termasuk setiap hal-hal baik yang dianjurkan agama untuk
melakukannya dan manjauhkan diri dari hal-hal buruk. Ma’ruf merupakan suatu hal
yang umum dikenal, artinya perkara tersebut sudah lumrah dalam masyarakat, jika
mereka lihat, maka mereka tidak akan mengingkari (kebaikannya).
Dari ke empat pengertian di atas, makna ma’ruf yang paling lengkap adalah
pengertian yang disampaikan oleh Ibnu Manzur.
Dalam bahasa lain, “kebaikan” selain diungkapkan dengan kata ma’ruf,
juga diungkapkan dalam berbagai sinonim, seperti khair (خير), birrun (بر), dan hasanun (حسن).
Kata “ma’ruf” lebih difokuskan pada berbuat baik untuk orang lain,
dengan arti kata, kebaikan tersebut tidak hanya dirasakan oleh orang tersebut,
namun juga dirasakan oleh orang lain, dengan adanya pihak lain yang terlibat
dalam perbuatan tersebut.
Ma’ruf tidak hanya bentuk perbuatan, namun ma’ruf juga
merupakan sebuah sifat yang melekat pada sebuah perbuatan atau benda.
Kata “khair” lebih
difokuskan pada kebaikan yang hanya dirasakan oleh pribadi orang yang mengerjakan
perbuatan baik tersebut. Ada yang mengatakan bahwa “khair" memiliki
makna yang lebih luas dari “ma’ruf”.
Kata “birrun”
lebih berkonotasi pada akhlak (moral) yang baik, dalam sebuah hadis dinyatakan:
عَنْ
النَّوَّاسِ بْنِ سَمْعَانَ الْأَنْصَارِيِّ، أَنَّهُ سَأَلَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْبِرِّ وَالْإِثْمِ، فَقَالَ: "الْبِرُّ
حُسْنُ الْخُلُقِ، وَالْإِثْمُ مَا حَاكَ فِي نَفْسِكَ، وَكَرِهْتَ أَنْ يَطَّلِعَ
النَّاسُ عَلَيْهِ". (رواه أحمد ومسلم)
Hadis dari Nawwas bin Sam’an, dia
bertanya pada Rasulullah tentang “al birru” dan “al itsmu”, Rasulullah SAW
menjawab: “Al birru adalah akhlak yang baik” dan “al itsm” adalah perbuatan yang mengganjal dalam
hatimu, dan kamu tidak mau perbuatan tersebut diketahui orang lain.
2.
Penelusuran
Kata-kata Ma’ruf dalam al Quran
Kata ‘urf (عرف) dengan segala bentuk derifasinya (tashrif),
terdapat dalam al Quran sebanyak 71 kali dengan ungkapan dan susunan yang
beragam, yang tersebar dalam 17 surat.
1.
Surat Makiyah
a.
Surat Al A’raf
ayat 157
b.
Surat Luqman
ayat 15 dan 17
2.
Surat Madaniyah,
yang terdapat dalam 9 surat, yaitu:
a.
Surat Al Baqarah
terdapat 15 kali dalam 13 ayat, yaitu ayat 178, 180, 228, 229, 231 (dua kali),
232, 233 (dua kali), 234, 235, 236, 240, 241 dan 265.
b.
Surat Ali Imran,
ayat 104, 110 dan 114.
c.
Surat Al Nisa
ayat 5, 6, 8, 19, 25 dan 114.
d.
Surat Al Taubah
ayat 67, 71 dan 112
e.
Surat Al Hajj
ayat 41.
f.
Surat Muhammad
ayat 21.
g.
Surat Al
Mumtahanah ayat 12.
h.
Surat Al Thalaq
ayat 2 (dua kali) dan 6.
i.
Surat Al Nur
ayat 53.
j.
Surat Al Ahzab
ayat 6 dan 32.
3.
Klasifikasi
Ayat-ayat Ma’ruf dalam Al Quran[6]
a.
Perintah untuk
berbuat yang Ma’ruf
Firman Allah Ta’ala:
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ
أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ
وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (آل عمران: 104)
Imam Thabari dalam tafsirnya menyatakan bahwa makna ma’ruf dalam
ayat ini adalah:
Mengajak manusia untuk mengikuti Nabi
Muhammad SAW dan mengikuti ajaran Allah yang dibawanya.
b.
Celaan bagi yang
melarang berbuat yang Ma’ruf
Firman Allah Ta’ala:
الْمُنَافِقُونَ
وَالْمُنَافِقَاتُ بَعْضُهُمْ مِنْ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمُنْكَرِ وَيَنْهَوْنَ
عَنِ الْمَعْرُوفِ وَيَقْبِضُونَ أَيْدِيَهُمْ نَسُوا اللَّهَ فَنَسِيَهُمْ
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ هُمُ الْفَاسِقُونَ (التوبة: ٦٧)
Imam Thabari dalam tafsirnya menyatakan bahwa makna ayat ini adalah:
وينهونهم عن الإيمان
بالله ورسوله، وبما جاءهم به من عند الله.[8]
Melarang mereka dari keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya dan
agama yang dibawanya.
c.
Berbuat Ma’ruf
dalam bekerja
Firman Allah Ta’ala:
فَإِنْ خَرَجْنَ فَلَا
جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِي مَا فَعَلْنَ فِي أَنْفُسِهِنَّ مِنْ مَعْرُوفٍ
وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ (البقرة: 240)
Muhammad Ali al Shabuni dalam tafsirnya menyatakan bahwa makna ayat ini
adalah:
فلا إِثم عليكم يا
أولياء الميت في تركهن أن يفعلن ما لا ينكره
الشرع كالتزين والتطيب والتعرض للخُطّاب.[9]
Makna ayat tersebut adalah: “Maka tidak ada dosa bagimu wahai para ahli
waris untuk membiarkan wanita (yang ditinggal mati suaminya) untuk melakukan
hal-hal yang tidak bertentangan dengan syari’at seperti berhias dan memakai
harum-haruman serta menampakkan dirinya pada orang lain.
d.
Berbuat Ma’ruf
dalam berucap
Firman Allah Ta’ala:
قَوْلٌ مَعْرُوفٌ وَمَغْفِرَةٌ خَيْرٌ مِنْ صَدَقَةٍ يَتْبَعُهَا أَذًى وَاللَّهُ
غَنِيٌّ حَلِيمٌ (البقرة: 263)
Imam Thabari dalam tafsirnya menyatakan bahwa makna ayat ini adalah:
أي ردُّ السائل بالتي هي
أحسن والصفحُ عن إِلحاحه، خيرٌ عند الله وأفضل من إِعطائه ثم إيذائه أو تعييره
بذلّ السؤال.[10]
Menolak orang yang meminta dengan penolakan dan kata-kata yang baik, serta
permohonan maaf lebih baik dan lebih utama dari pada memberinya sedekah, namun
orang tersebut disakiti dengan kata-kata dan celaan.
e.
Tidak menentang/mengingkari
perbuatan yang Ma’ruf
Firman Allah Ta’ala:
وَلَا يَأْتِينَ
بِبُهْتَانٍ يَفْتَرِينَهُ بَيْنَ أَيْدِيهِنَّ وَأَرْجُلِهِنَّ وَلَا
يَعْصِينَكَ فِي مَعْرُوفٍ (الممتحنة: 12)
Imam Thabari dalam tafsirnya menyatakan bahwa makna ayat ini adalah:
وقوله: (ولا يعصينك في
معروف) يقول: ولا يعصينك يا محمد في معروف من أمر الله عز وجل تأمرهن به.[11]
Artinya: Mereka tidak durhaka padamu wahai Muhammad dalam
menjalankan perintah Allah yang engkau perindahkan kepada mereka.
f.
Berbuat Ma’ruf
dalam rangka menjalankan hak dan kewajiban
Firman Allah Ta’ala:
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي
عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ (البقرة: 228)
Imam Thabari dalam tafsirnya menyatakan bahwa makna ayat ini adalah:
فقال بعضهم: تأويله: ولهن من حسن الصحبة والعشرة بالمعروف على
أزواجهن مثل الذي عليهن لهم من الطاعة فيما أوجب الله تعالى ذكره له عليها.[12]
Artinya: Mereka berhak mendapatkan perlakuan dan pergaulan
yang baik dari suaminya sebagaimana kewajiban mereka (para istri) terhadap
suaminya berupa keta’atan mereka (para istri) terhadap mereka (suami) sesuai
apa yang telah Allah wajibkan.
M. Quraisy Syihab menafsirkan: “Sang istri pun mempunyai hak untuk
diperlakukan secara ma’ruf, yakni sesuai dengan tuntunan agama, sejalan
dengan akal sehat, serta sesuai dengan sikap orang berbudi”[13].
g.
Berbuat Ma’ruf
dalam rangka menunaikan hak kedua orang tua
Pada surat lain, seperti surat Luqman ayat 15, kata ma’ruf diartikan
sebagai sebuah sifat yang memberikan kualitas sikap seseorang kepada kedua
orang tuanya.
وَإِنْ
جَاهَدَاكَ عَلى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا
فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا
Dan jika keduanya memaksamu untuk
mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu,
maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia
dengan baik.
Imam Thabari dalam tafsirnya menyatakan bahwa makna ayat ini adalah:
(وصاحبهما في الدنيا
معروفا) يقول: وصاحبهما في الدنيا بالطاعة لهما فيما لا تَبِعَةَ عليك فيه، فيما
بينك وبين ربك ولا إثم.[14]
Artinya: Perlakukanlah mereka (kedua orang tua) di dunia
dengan mamatuhi mereka selama hal tersebut tidak menimbulkan akibat buruk dan dosa
terhadap Allah.
Hal ini bisa dipahami dengan memahami ayat sebelumnya:
وَوَصَّيْنَا الإنْسَانَ
بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ
أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ (١٤)
Dan Kami perintahkan kepada manusia
(berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam
keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun.
Bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah
kembalimu.
Ayat di atas menjelaskan bahwa salah satu perintah Allah kepada manusia
adalah agar mereka berbuat baik kepada ibu-bapaknya, terutama kepada ibunya
yang telah mengandungnya selama 9 bulan, dan menyapihnya selama dua tahun.
Namun jika kedua orang tuanya musyrik, maka seseorang dilarang mengikuti
keduanya. Walaupun demikian,
sebagai seorang anak, seseorang tetap diperintahkan untuk bergaul dengan kedua
orang tuanya dengan baik (ma’ruf). Bergaul dengan baik ini artinya
bertutur kata yang baik, membalas budi dan taat kepada orang tuanya selama hal
tersebut tidak bertentangan dengan akidah dan akhlak yang baik.
h.
Berbuat Ma’ruf
dalam rangka membelanjakan harta anak yatim
Firman Allah Ta’ala:
وَابْتَلُوا الْيَتَامَى
حَتَّى إِذَا بَلَغُوا النِّكَاحَ فَإِنْ آنَسْتُمْ مِنْهُمْ رُشْدًا فَادْفَعُوا
إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ وَلَا تَأْكُلُوهَا إِسْرَافًا وَبِدَارًا أَنْ
يَكْبَرُوا وَمَنْ كَانَ غَنِيًّا فَلْيَسْتَعْفِفْ وَمَنْ كَانَ فَقِيرًا فَلْيَأْكُلْ
بِالْمَعْرُوفِ فَإِذَا دَفَعْتُمْ إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ فَأَشْهِدُوا
عَلَيْهِمْ وَكَفَى بِاللَّهِ حَسِيبًا (النساء: 6)
Imam Thabari dalam tafsirnya menyatakan bahwa makna ayat ini adalah:
"المعروف" :ومن كان فقيراً فليأخذ
بقدر حاجته الضرورية وبقدر أجرة عمله الذي أذن الله جل ثناؤه
لولاة أموالهم أكلها به، إذا كانوا أهل فقر وحاجة إليها.[15]
Artinya: Allah
mengizinkan para wali anak yatim tersebut untuk menggunakan harta anak yatim
tersebut jika wali tersebut tergolong orang yang fakir dan ia membutuhkan harta
tersebut. Kadar harta yang Allah izinkan kepada wali anak yatim untuk dimakan adalah
sekadar untuk memenuhi kebutuhan pokoknya dan sekadar upah pemeliharaannya
terhadap anak yatim tersebut.
i.
Berlaku Ma’ruf,
baik ketika mentalak
istri maupun ketika merujuk Istri yang ditalak
Kebanyakan ayat-ayat tentang pernikahan ini dapat diartikan dengan sesuatu
yang seharusnya, sepatutnya dan sepantasnya. Hal ini dapat dipahami dari firman
Allah Ta’ala:
الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ
فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ (البقرة: 229)
Dalam tafsirnya, Ibnu Abbas menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan ma’ruf
adalah:
Yaitu dengan perlakuan dan pergaulan yang benar dan seharusnya.
وَإِذَا
طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ
سَرِّحُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ وَلا تُمْسِكُوهُنَّ ضِرَارًا لِتَعْتَدُوا وَمَنْ
يَفْعَلْ ذَلِكَ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ...... (البقرة: ٢٣١)
Ayat di atas menceritakan jika seseorang ingin rujuk kembali dengan
istrinya yang telah dijatuhi talak sebelum yang ketiga kalinya, hendaklah suami
tersebut rujuk dengan cara yang baik. Begitu juga halnya dengan ayat di bawah
ini:
فَإِذَا بَلَغْنَ
أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ فَارِقُوهُنَّ
بِمَعْرُوفٍ (الطلاق: 2)
Kepada wanita-wanita yang diceraikan (hendaklah diberikan oleh suaminya)
mut'ah menurut yang ma’ruf, sebagai suatu kewajiban bagi orang-orang
yang bertakwa. (Al Baqarah: 241)
وَلِلْمُطَلَّقَاتِ مَتَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا
عَلَى الْمُتَّقِينَ (٢٤١)
Besarnya mahar juga bisa sesuai dengan kemampuan seseorang, akan tetapi
pemberian tersebut hendaklah yang pantas. (Al Baqarah ayat 236)
لا جُنَاحَ
عَلَيْكُمْ إِنْ طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ مَا لَمْ تَمَسُّوهُنَّ أَوْ تَفْرِضُوا
لَهُنَّ فَرِيضَةً وَمَتِّعُوهُنَّ عَلَى الْمُوسِعِ قَدَرُهُ وَعَلَى الْمُقْتِرِ
قَدَرُهُ مَتَاعًا بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا عَلَى الْمُحْسِنِينَ (٢٣٦)
j.
Berbuat Ma’ruf
dalam rangka menjalankan had dan diyat
Firman Allah Ta’ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى الْحُرُّ بِالْحُرِّ
وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالْأُنْثَى بِالْأُنْثَى فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ
أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ (البقرة: 178)
Dalam menafsirkan ayat ini, M. Quraisy Shihab[17] menyatakan bahwa: Siapa
saja yang mendapatkan pemaafan dari saudaranya, hendaklah yang memaafkan
mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah yang diberi maaf membayar diyat
kepada yang memberi maaf. Jangan sekali-kali yang memaafkan meminta tebusan
yang melampaui batas yang wajar, dan jangan pula yang dimaafkan menunda-nunda
pembayaran diyat tanpa alasan.
k.
Berbuat Ma’ruf dalam
pergaulan keluarga
Firman Allah Ta’ala:
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ
فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا (النساء: 19)
Dalam Shafwah al Tafâsir dinyatakan bahwa makna ayat ini adalah:
Artinya: Pergaulilah mereka sesuai dengan cara yang Allah perintahkan
berupa kata-kata yang baik, dan mu’amalah yang juga baik.
l.
Berbuat Ma’ruf
ketika memberikan wasiat
Sementara itu, dalam surat Al Baqarah ayat 180, disebutkan jika seseornag
merasa ajalnya telah dekat, hendaklah ia memberikan wasiat kepada ibu bapaknya
dan karib kerabatnya. Besar dan jenis wasiat tersebut harus ia pertimbangkan
baik-baik menurut azaz keadilan. Jadi ma’ruf itu juga memiliki makna
“adil”.
Firman Allah Ta’ala:
كُتِبَ عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ إِنْ تَرَكَ
خَيْرًا الْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا
عَلَى الْمُتَّقِينَ (البقرة: 180)
Hal ini didukung oleh penafsiran M. Ali al Shabuniy:
{بالمعروف حَقّاً عَلَى المتقين} أي بالعدل بأن لا يزيد على الثلث
وألا يوصي للأغنياء ويترك الفقراء.[19]
Keseluruhan ma’na ma’ruf
dalam ayat-ayat di atas memiliki satu titik temu, yang mengarah kepada ma’na ma’ruf
secara umum, yaitu: Setiap hal yang disukai dan diridhai Allah berupa
keimanan dan perbuatan yang baik, dan perbuatan baik tersebut dapat disesuaikan
dengan konteks masing-masing ayat tersebut.
C.
Penutup
1.
Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
a)
Menurut Ibnu
Manzhur
Ma’ruf adalah Ism
Jâmi’ bagi setiap hal yang dikenal, baik itu berupa keta’atan kepada Allah,
bertaqarrub kepada-Nya, dan berbuat baik sesama manusia, dan juga termasuk
setiap hal-hal baik yang dianjurkan agama untuk melakukannya dan manjauhkan
diri dari hal-hal buruk. Ma’ruf merupakan suatu hal yang umum dikenal,
artinya perkara tersebut sudah lumrah dalam masyarakat, jika mereka lihat, maka
mereka tidak akan mengingkari (kebaikannya).
b)
Keseluruhan ma’na ma’ruf dalam ayat-ayat Al Quran
memiliki satu titik temu, yang mengarah kepada ma’na ma’ruf secara umum,
yaitu: Setiap hal yang disukai dan diridhai Allah berupa
keimanan dan perbuatan yang baik, dan perbuatan baik tersebut dapat disesuaikan
dengan konteks masing-masing ayat tersebut.
- Kritik
dan Saran
Alhamdulillah
tiada harapan dan upaya sedikitpun dari kami kecuali makalah ini dapat bermanfa’at
bagi segenap pembaca, dan dapat menambah sedikit banyak mengenai studi Islam.
Di balik itu
semua, maka dengan segala kemampuan yang pemakalah miliki tentunya masih banyak
kekurangan dan kesalahan dalam makalah ini. Diharapkan setiap pembaca dapat memberi
teguran dan pembenaran kontruktif bagi pemakalah, terutama dari teman-teman
mahasiswa dan Bapak dosen pengampu khususnya, dan sebelumnya pemakalah ucapkan banyak terima kasih.
KEPUSTAKAAN
|
Al Maktabah al
Syâmilah versi 3.51
Abadi, Al Fairuz, Tanwîr al Miqbâs min Tafsir ibn
Abbas Beirut: Dâr al Kutub al ‘Ilmiyah, tt
Al Ashfahani, Raghib, Al Mufradât fî Gharîb al Quran,
Beirut: Dâr Al Qalam, 1412 H
Baqi, Muhammad Fuad Abdul, Al Mu’jam al Mufahras li
Alfâzh al Quran al Karim, Kairo: Dâr Al Kutub Al Mashriyah
Manzhur, Ibnu, Lisan al ‘Arabiy, Beirut: Dâr al
Shâdir, 1414 H
Al Qurthubi, Abu Abdullah, Al Jâmi’ li Ahkâm al
Quraniy (Tafsir Qurthubi), Kairo: Dâr al Kutub al Mashriyah, 1964
Al Shabuni, Muhammad Ali, Shafwah al Tafâsir, Kairo:
Dâr Al Shabuniy, 1997
Shihab, M. Quraisy, Tafsir al Mishbah, Jakarta: Lentera Hati, 2002
Al Thabari, Ibnu Jarir, Tafsir Thabari , Kairo: Muassasah al Risâlah, 2000
Al Zain, Muhammad Sabbam Rusydi, Al Mu’jam al Mufahras
li Ma’âni al Quran al ‘Azhim, Beirut: Dâr al Fikr, 1995
[1] Raghib Al Ashfahani, Al Mufradât
fî Gharîb al Quran, (Beirut: Dâr Al Qalam, 1412 H), Juz 1, hlm. 560
عرف:
المَعْرِفَةُ والعِرْفَانُ: إدراك الشيء بتفكّر وتدبّر لأثره، وهو
أخصّ من العلم، ويضادّه الإنكار
Al Ma’rifah yaitu mengetahui sesuatu dengan cara memikirkan
dan mendalami pengaruh seuatu hal, Ma’rifah lebih khusus dari Ilmu, antonimnya
adalah Al Inkâr.
[3]
Raghib Al Ashfahani, op.cit.,
Juz 1, hlm. 561
[5]
Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al
Mu’jam al Mufahras li Alfâzh al Quran al Karim, (Kairo: Dâr Al Kutub Al
Mashriyah), hlm. 458
[6] Muhammad Sabbam Rusydi al Zain, Al
Mu’jam al Mufahras li Ma’âni al Quran al ‘Azhim, (Beirut: Dâr al Fikr, 1995),
Juz 1, hlm. 1128
[7]
Ibnu Jarir al Thabari, Tafsir Thabari
(Kairo: Muassasah al Risâlah, 2000), juz 7, hlm.91
[8]
Ibid., juz 14, hlm. 338
[9]
Abu Abdullah al Qurthubi, Al Jâmi’ li Ahkâm al Quraniy (Tafsir
Qurthubi), (Kairo: Dâr al Kutub al Mashriyah, 1964), Juz 3, hlm. 228
[10]
Al Thabari, ibid., juz 5, hlm. 520
[11]
Al Thabari, ibid., juz 23, hlm. 340
[12]
Al Thabari, ibid., juz 4, hlm. 531
[14]
Al Thabari, ibid., juz 20, hlm. 139
[15]
Al Thabari, ibid., juz 7, hlm. 582
[16]
Al Fairuz Abadi, Tanwîr al Miqbâs
min Tafsir ibn Abbas (Beirut: Dâr al Kutub al ‘Ilmiyah, tt), hlm. 32
[17]
M. Quraisy Shihab, Loc.cit.,
Juz 1, hlm. 474
[18] Muhammad Ali Al Shabuni, Shafwah al
Tafâsir (Kairo: Dâr Al Shabuniy, 1997), juz 1, hlm. 244
MAKNA MA’RUF
DALAM AL QURAN
A. Pendahuluan
Allah SWT telah
menciptakan jin dan manusia dengan tujuan tidak lain hanya untuk mengabdi
kepada-Nya, beribadah kepada Allah. Sebagaimana firman-Nya:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ (الذاريات:
56)
Artinya:
Dan Aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.(Q.S. Al
Dzâriyât: 56)
Beribadah kepada
Allah semata merupakan tujuan utama manusia diciptakan. Oleh karena itu, Allah
tidak akan membiarkan mereka mencari jalan sendiri untuk melakukan
kewajibannya, melainkan Allah turunkan kepada mereka petunjuk jalan yang benar
dengan mengutus kepada seluruh umat manusia para pembawa berita gembira dan pemberi
peringatan, untuk menuntun merekan ke jalan Allah yang lurus. Mereka itulah
para Nabi dan Rasul Allah.
Allah SWT melalui para Nabi dan Rasul-Nya mengajarkan kita agar selalu
berbuat kebaikan, melakukan hal-hal yang posistif untuk kebaikan hidup baik di
dunia maupun di akhirat.
Kebaikan merupakan suatu hal yang sudah ada dalam diri manusia sejak lahir.
Naluri melakukan kebaikan selalu tertancap dalam hatinya selama hatinya selalu
ia bersihkan dari kotoran-kotoran dosa. Kebaikan yang selalu ia lakukan akan
membawa dia ke surga Allah.
وإن البر يهدي إلى الجنة (رواه البخاري ومسلم)
Sesungguhnya
kebaikan akan menuntun kepada surga.
Dalam Al Quran, Allah mengungkapkan kebaikan tersebut dalam berbagai
ungkapan, seperti “khair”, “birr”, “amalun shalih”, “ma’ruf” dan lain
sebagainya. Kesemua kata-kata tersebut memiliki sisi persamaan dan perbedaan
makna.
Dalam makalah ini, penulis akan menfokuskan pembahasan tentang makna “ma’ruf”
yang terdapat di dalam al Quran.
B. Pembahasan
1.
Pengertian Ma’ruf
Secara harfiyah, kata ma’ruf merupakan isim maf’ul yang
berasal dari kata عرف –يعرف
-معرفة[1] yang berarti
mengetahui, mengenal atau mengakui, melihat dengan tajam atau mengenali
perbedaan. Sebagai isim maf’ul, kata ma’ruf diartikan sebagai
sesuatu yang dikenali, diketahui atau yang diakui, dan terkadang kata ini
diartikan sebagai sesuatu yang sepantasnya dan secukupnya.
Secara istilah, para ulama telah mendefinisikan ma’ruf dengan
berbagai definisi, di antaranya:
a.
Pengertian ma’ruf
secara umum:
والمعروف: اسم جامع لكل ما يحبه الله ويرضاه من الإيمان
والأعمال الصالحة.
Ma’ruf adalah nama umum (Ism Jâmi’)
untuk setiap hal yang disukai dan diridhai Allah berupa keimanan dan perbuatan
yang baik.
b.
Menurut sebagian
Mufassir:
Ma’ruf adalah setiap kebaikan yang
dikenal oleh jiwa, yang menjadikan jiwa tersebut suka dan tenang dengannya.
c.
Menurut Raghib
al Ashfahani
Ma’ruf adalah Isim Jâmi’ untuk setiap
perbuatan yang dapat diketahui nilai-nilai kebaikannya, baik menurut akal,
maupun agama.
d.
Menurut Ibnu
Manzhur
المعروف هو اسْمٌ
جَامِعٌ لِكُلِّ مَا عُرف مِنْ طَاعَةِ اللَّهِ وَالتَّقَرُّبِ إِلَيْهِ والإِحسان
إِلَى النَّاسِ، وَكُلِّ مَا ندَب إِلَيْهِ الشرعُ وَنَهَى عَنْهُ مِنَ
المُحَسَّنات والمُقَبَّحات وَهُوَ مِنَ الصِّفَاتِ الْغَالِبَةِ أَي أَمْر
مَعْروف بَيْنَ النَّاسِ إِذَا رأَوْه لَا يُنكرونه.[4]
Ma’ruf adalah Ism Jâmi’ bagi setiap hal
yang dikenal, baik itu berupa keta’atan kepada Allah, bertaqarrub kepada-Nya, dan berbuat baik sesama
manusia, dan juga termasuk setiap hal-hal baik yang dianjurkan agama untuk
melakukannya dan manjauhkan diri dari hal-hal buruk. Ma’ruf merupakan suatu hal
yang umum dikenal, artinya perkara tersebut sudah lumrah dalam masyarakat, jika
mereka lihat, maka mereka tidak akan mengingkari (kebaikannya).
Dari ke empat pengertian di atas, makna ma’ruf yang paling lengkap adalah
pengertian yang disampaikan oleh Ibnu Manzur.
Dalam bahasa lain, “kebaikan” selain diungkapkan dengan kata ma’ruf,
juga diungkapkan dalam berbagai sinonim, seperti khair (خير), birrun (بر), dan hasanun (حسن).
Kata “ma’ruf” lebih difokuskan pada berbuat baik untuk orang lain,
dengan arti kata, kebaikan tersebut tidak hanya dirasakan oleh orang tersebut,
namun juga dirasakan oleh orang lain, dengan adanya pihak lain yang terlibat
dalam perbuatan tersebut.
Ma’ruf tidak hanya bentuk perbuatan, namun ma’ruf juga
merupakan sebuah sifat yang melekat pada sebuah perbuatan atau benda.
Kata “khair” lebih
difokuskan pada kebaikan yang hanya dirasakan oleh pribadi orang yang mengerjakan
perbuatan baik tersebut. Ada yang mengatakan bahwa “khair" memiliki
makna yang lebih luas dari “ma’ruf”.
Kata “birrun”
lebih berkonotasi pada akhlak (moral) yang baik, dalam sebuah hadis dinyatakan:
عَنْ
النَّوَّاسِ بْنِ سَمْعَانَ الْأَنْصَارِيِّ، أَنَّهُ سَأَلَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْبِرِّ وَالْإِثْمِ، فَقَالَ: "الْبِرُّ
حُسْنُ الْخُلُقِ، وَالْإِثْمُ مَا حَاكَ فِي نَفْسِكَ، وَكَرِهْتَ أَنْ يَطَّلِعَ
النَّاسُ عَلَيْهِ". (رواه أحمد ومسلم)
Hadis dari Nawwas bin Sam’an, dia
bertanya pada Rasulullah tentang “al birru” dan “al itsmu”, Rasulullah SAW
menjawab: “Al birru adalah akhlak yang baik” dan “al itsm” adalah perbuatan yang mengganjal dalam
hatimu, dan kamu tidak mau perbuatan tersebut diketahui orang lain.
2.
Penelusuran
Kata-kata Ma’ruf dalam al Quran
Kata ‘urf (عرف) dengan segala bentuk derifasinya (tashrif),
terdapat dalam al Quran sebanyak 71 kali dengan ungkapan dan susunan yang
beragam, yang tersebar dalam 17 surat.
1.
Surat Makiyah
a.
Surat Al A’raf
ayat 157
b.
Surat Luqman
ayat 15 dan 17
2.
Surat Madaniyah,
yang terdapat dalam 9 surat, yaitu:
a.
Surat Al Baqarah
terdapat 15 kali dalam 13 ayat, yaitu ayat 178, 180, 228, 229, 231 (dua kali),
232, 233 (dua kali), 234, 235, 236, 240, 241 dan 265.
b.
Surat Ali Imran,
ayat 104, 110 dan 114.
c.
Surat Al Nisa
ayat 5, 6, 8, 19, 25 dan 114.
d.
Surat Al Taubah
ayat 67, 71 dan 112
e.
Surat Al Hajj
ayat 41.
f.
Surat Muhammad
ayat 21.
g.
Surat Al
Mumtahanah ayat 12.
h.
Surat Al Thalaq
ayat 2 (dua kali) dan 6.
i.
Surat Al Nur
ayat 53.
j.
Surat Al Ahzab
ayat 6 dan 32.
3.
Klasifikasi
Ayat-ayat Ma’ruf dalam Al Quran[6]
a.
Perintah untuk
berbuat yang Ma’ruf
Firman Allah Ta’ala:
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ
أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ
وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (آل عمران: 104)
Imam Thabari dalam tafsirnya menyatakan bahwa makna ma’ruf dalam
ayat ini adalah:
Mengajak manusia untuk mengikuti Nabi
Muhammad SAW dan mengikuti ajaran Allah yang dibawanya.
b.
Celaan bagi yang
melarang berbuat yang Ma’ruf
Firman Allah Ta’ala:
الْمُنَافِقُونَ
وَالْمُنَافِقَاتُ بَعْضُهُمْ مِنْ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمُنْكَرِ وَيَنْهَوْنَ
عَنِ الْمَعْرُوفِ وَيَقْبِضُونَ أَيْدِيَهُمْ نَسُوا اللَّهَ فَنَسِيَهُمْ
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ هُمُ الْفَاسِقُونَ (التوبة: ٦٧)
Imam Thabari dalam tafsirnya menyatakan bahwa makna ayat ini adalah:
وينهونهم عن الإيمان
بالله ورسوله، وبما جاءهم به من عند الله.[8]
Melarang mereka dari keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya dan
agama yang dibawanya.
c.
Berbuat Ma’ruf
dalam bekerja
Firman Allah Ta’ala:
فَإِنْ خَرَجْنَ فَلَا
جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِي مَا فَعَلْنَ فِي أَنْفُسِهِنَّ مِنْ مَعْرُوفٍ
وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ (البقرة: 240)
Muhammad Ali al Shabuni dalam tafsirnya menyatakan bahwa makna ayat ini
adalah:
فلا إِثم عليكم يا
أولياء الميت في تركهن أن يفعلن ما لا ينكره
الشرع كالتزين والتطيب والتعرض للخُطّاب.[9]
Makna ayat tersebut adalah: “Maka tidak ada dosa bagimu wahai para ahli
waris untuk membiarkan wanita (yang ditinggal mati suaminya) untuk melakukan
hal-hal yang tidak bertentangan dengan syari’at seperti berhias dan memakai
harum-haruman serta menampakkan dirinya pada orang lain.
d.
Berbuat Ma’ruf
dalam berucap
Firman Allah Ta’ala:
قَوْلٌ مَعْرُوفٌ وَمَغْفِرَةٌ خَيْرٌ مِنْ صَدَقَةٍ يَتْبَعُهَا أَذًى وَاللَّهُ
غَنِيٌّ حَلِيمٌ (البقرة: 263)
Imam Thabari dalam tafsirnya menyatakan bahwa makna ayat ini adalah:
أي ردُّ السائل بالتي هي
أحسن والصفحُ عن إِلحاحه، خيرٌ عند الله وأفضل من إِعطائه ثم إيذائه أو تعييره
بذلّ السؤال.[10]
Menolak orang yang meminta dengan penolakan dan kata-kata yang baik, serta
permohonan maaf lebih baik dan lebih utama dari pada memberinya sedekah, namun
orang tersebut disakiti dengan kata-kata dan celaan.
e.
Tidak menentang/mengingkari
perbuatan yang Ma’ruf
Firman Allah Ta’ala:
وَلَا يَأْتِينَ
بِبُهْتَانٍ يَفْتَرِينَهُ بَيْنَ أَيْدِيهِنَّ وَأَرْجُلِهِنَّ وَلَا
يَعْصِينَكَ فِي مَعْرُوفٍ (الممتحنة: 12)
Imam Thabari dalam tafsirnya menyatakan bahwa makna ayat ini adalah:
وقوله: (ولا يعصينك في
معروف) يقول: ولا يعصينك يا محمد في معروف من أمر الله عز وجل تأمرهن به.[11]
Artinya: Mereka tidak durhaka padamu wahai Muhammad dalam
menjalankan perintah Allah yang engkau perindahkan kepada mereka.
f.
Berbuat Ma’ruf
dalam rangka menjalankan hak dan kewajiban
Firman Allah Ta’ala:
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي
عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ (البقرة: 228)
Imam Thabari dalam tafsirnya menyatakan bahwa makna ayat ini adalah:
فقال بعضهم: تأويله: ولهن من حسن الصحبة والعشرة بالمعروف على
أزواجهن مثل الذي عليهن لهم من الطاعة فيما أوجب الله تعالى ذكره له عليها.[12]
Artinya: Mereka berhak mendapatkan perlakuan dan pergaulan
yang baik dari suaminya sebagaimana kewajiban mereka (para istri) terhadap
suaminya berupa keta’atan mereka (para istri) terhadap mereka (suami) sesuai
apa yang telah Allah wajibkan.
M. Quraisy Syihab menafsirkan: “Sang istri pun mempunyai hak untuk
diperlakukan secara ma’ruf, yakni sesuai dengan tuntunan agama, sejalan
dengan akal sehat, serta sesuai dengan sikap orang berbudi”[13].
g.
Berbuat Ma’ruf
dalam rangka menunaikan hak kedua orang tua
Pada surat lain, seperti surat Luqman ayat 15, kata ma’ruf diartikan
sebagai sebuah sifat yang memberikan kualitas sikap seseorang kepada kedua
orang tuanya.
وَإِنْ
جَاهَدَاكَ عَلى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا
فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا
Dan jika keduanya memaksamu untuk
mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu,
maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia
dengan baik.
Imam Thabari dalam tafsirnya menyatakan bahwa makna ayat ini adalah:
(وصاحبهما في الدنيا
معروفا) يقول: وصاحبهما في الدنيا بالطاعة لهما فيما لا تَبِعَةَ عليك فيه، فيما
بينك وبين ربك ولا إثم.[14]
Artinya: Perlakukanlah mereka (kedua orang tua) di dunia
dengan mamatuhi mereka selama hal tersebut tidak menimbulkan akibat buruk dan dosa
terhadap Allah.
Hal ini bisa dipahami dengan memahami ayat sebelumnya:
وَوَصَّيْنَا الإنْسَانَ
بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ
أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ (١٤)
Dan Kami perintahkan kepada manusia
(berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam
keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun.
Bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah
kembalimu.
Ayat di atas menjelaskan bahwa salah satu perintah Allah kepada manusia
adalah agar mereka berbuat baik kepada ibu-bapaknya, terutama kepada ibunya
yang telah mengandungnya selama 9 bulan, dan menyapihnya selama dua tahun.
Namun jika kedua orang tuanya musyrik, maka seseorang dilarang mengikuti
keduanya. Walaupun demikian,
sebagai seorang anak, seseorang tetap diperintahkan untuk bergaul dengan kedua
orang tuanya dengan baik (ma’ruf). Bergaul dengan baik ini artinya
bertutur kata yang baik, membalas budi dan taat kepada orang tuanya selama hal
tersebut tidak bertentangan dengan akidah dan akhlak yang baik.
h.
Berbuat Ma’ruf
dalam rangka membelanjakan harta anak yatim
Firman Allah Ta’ala:
وَابْتَلُوا الْيَتَامَى
حَتَّى إِذَا بَلَغُوا النِّكَاحَ فَإِنْ آنَسْتُمْ مِنْهُمْ رُشْدًا فَادْفَعُوا
إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ وَلَا تَأْكُلُوهَا إِسْرَافًا وَبِدَارًا أَنْ
يَكْبَرُوا وَمَنْ كَانَ غَنِيًّا فَلْيَسْتَعْفِفْ وَمَنْ كَانَ فَقِيرًا فَلْيَأْكُلْ
بِالْمَعْرُوفِ فَإِذَا دَفَعْتُمْ إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ فَأَشْهِدُوا
عَلَيْهِمْ وَكَفَى بِاللَّهِ حَسِيبًا (النساء: 6)
Imam Thabari dalam tafsirnya menyatakan bahwa makna ayat ini adalah:
"المعروف" :ومن كان فقيراً فليأخذ
بقدر حاجته الضرورية وبقدر أجرة عمله الذي أذن الله جل ثناؤه
لولاة أموالهم أكلها به، إذا كانوا أهل فقر وحاجة إليها.[15]
Artinya: Allah
mengizinkan para wali anak yatim tersebut untuk menggunakan harta anak yatim
tersebut jika wali tersebut tergolong orang yang fakir dan ia membutuhkan harta
tersebut. Kadar harta yang Allah izinkan kepada wali anak yatim untuk dimakan adalah
sekadar untuk memenuhi kebutuhan pokoknya dan sekadar upah pemeliharaannya
terhadap anak yatim tersebut.
i.
Berlaku Ma’ruf,
baik ketika mentalak
istri maupun ketika merujuk Istri yang ditalak
Kebanyakan ayat-ayat tentang pernikahan ini dapat diartikan dengan sesuatu
yang seharusnya, sepatutnya dan sepantasnya. Hal ini dapat dipahami dari firman
Allah Ta’ala:
الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ
فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ (البقرة: 229)
Dalam tafsirnya, Ibnu Abbas menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan ma’ruf
adalah:
Yaitu dengan perlakuan dan pergaulan yang benar dan seharusnya.
وَإِذَا
طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ
سَرِّحُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ وَلا تُمْسِكُوهُنَّ ضِرَارًا لِتَعْتَدُوا وَمَنْ
يَفْعَلْ ذَلِكَ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ...... (البقرة: ٢٣١)
Ayat di atas menceritakan jika seseorang ingin rujuk kembali dengan
istrinya yang telah dijatuhi talak sebelum yang ketiga kalinya, hendaklah suami
tersebut rujuk dengan cara yang baik. Begitu juga halnya dengan ayat di bawah
ini:
فَإِذَا بَلَغْنَ
أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ فَارِقُوهُنَّ
بِمَعْرُوفٍ (الطلاق: 2)
Kepada wanita-wanita yang diceraikan (hendaklah diberikan oleh suaminya)
mut'ah menurut yang ma’ruf, sebagai suatu kewajiban bagi orang-orang
yang bertakwa. (Al Baqarah: 241)
وَلِلْمُطَلَّقَاتِ مَتَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا
عَلَى الْمُتَّقِينَ (٢٤١)
Besarnya mahar juga bisa sesuai dengan kemampuan seseorang, akan tetapi
pemberian tersebut hendaklah yang pantas. (Al Baqarah ayat 236)
لا جُنَاحَ
عَلَيْكُمْ إِنْ طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ مَا لَمْ تَمَسُّوهُنَّ أَوْ تَفْرِضُوا
لَهُنَّ فَرِيضَةً وَمَتِّعُوهُنَّ عَلَى الْمُوسِعِ قَدَرُهُ وَعَلَى الْمُقْتِرِ
قَدَرُهُ مَتَاعًا بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا عَلَى الْمُحْسِنِينَ (٢٣٦)
j.
Berbuat Ma’ruf
dalam rangka menjalankan had dan diyat
Firman Allah Ta’ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى الْحُرُّ بِالْحُرِّ
وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالْأُنْثَى بِالْأُنْثَى فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ
أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ (البقرة: 178)
Dalam menafsirkan ayat ini, M. Quraisy Shihab[17] menyatakan bahwa: Siapa
saja yang mendapatkan pemaafan dari saudaranya, hendaklah yang memaafkan
mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah yang diberi maaf membayar diyat
kepada yang memberi maaf. Jangan sekali-kali yang memaafkan meminta tebusan
yang melampaui batas yang wajar, dan jangan pula yang dimaafkan menunda-nunda
pembayaran diyat tanpa alasan.
k.
Berbuat Ma’ruf dalam
pergaulan keluarga
Firman Allah Ta’ala:
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ
فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا (النساء: 19)
Dalam Shafwah al Tafâsir dinyatakan bahwa makna ayat ini adalah:
Artinya: Pergaulilah mereka sesuai dengan cara yang Allah perintahkan
berupa kata-kata yang baik, dan mu’amalah yang juga baik.
l.
Berbuat Ma’ruf
ketika memberikan wasiat
Sementara itu, dalam surat Al Baqarah ayat 180, disebutkan jika seseornag
merasa ajalnya telah dekat, hendaklah ia memberikan wasiat kepada ibu bapaknya
dan karib kerabatnya. Besar dan jenis wasiat tersebut harus ia pertimbangkan
baik-baik menurut azaz keadilan. Jadi ma’ruf itu juga memiliki makna
“adil”.
Firman Allah Ta’ala:
كُتِبَ عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ إِنْ تَرَكَ
خَيْرًا الْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا
عَلَى الْمُتَّقِينَ (البقرة: 180)
Hal ini didukung oleh penafsiran M. Ali al Shabuniy:
{بالمعروف حَقّاً عَلَى المتقين} أي بالعدل بأن لا يزيد على الثلث
وألا يوصي للأغنياء ويترك الفقراء.[19]
Keseluruhan ma’na ma’ruf
dalam ayat-ayat di atas memiliki satu titik temu, yang mengarah kepada ma’na ma’ruf
secara umum, yaitu: Setiap hal yang disukai dan diridhai Allah berupa
keimanan dan perbuatan yang baik, dan perbuatan baik tersebut dapat disesuaikan
dengan konteks masing-masing ayat tersebut.
C.
Penutup
1.
Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
a)
Menurut Ibnu
Manzhur
Ma’ruf adalah Ism
Jâmi’ bagi setiap hal yang dikenal, baik itu berupa keta’atan kepada Allah,
bertaqarrub kepada-Nya, dan berbuat baik sesama manusia, dan juga termasuk
setiap hal-hal baik yang dianjurkan agama untuk melakukannya dan manjauhkan
diri dari hal-hal buruk. Ma’ruf merupakan suatu hal yang umum dikenal,
artinya perkara tersebut sudah lumrah dalam masyarakat, jika mereka lihat, maka
mereka tidak akan mengingkari (kebaikannya).
b)
Keseluruhan ma’na ma’ruf dalam ayat-ayat Al Quran
memiliki satu titik temu, yang mengarah kepada ma’na ma’ruf secara umum,
yaitu: Setiap hal yang disukai dan diridhai Allah berupa
keimanan dan perbuatan yang baik, dan perbuatan baik tersebut dapat disesuaikan
dengan konteks masing-masing ayat tersebut.
- Kritik
dan Saran
Alhamdulillah
tiada harapan dan upaya sedikitpun dari kami kecuali makalah ini dapat bermanfa’at
bagi segenap pembaca, dan dapat menambah sedikit banyak mengenai studi Islam.
Di balik itu
semua, maka dengan segala kemampuan yang pemakalah miliki tentunya masih banyak
kekurangan dan kesalahan dalam makalah ini. Diharapkan setiap pembaca dapat memberi
teguran dan pembenaran kontruktif bagi pemakalah, terutama dari teman-teman
mahasiswa dan Bapak dosen pengampu khususnya, dan sebelumnya pemakalah ucapkan banyak terima kasih.
KEPUSTAKAAN
|
Al Maktabah al
Syâmilah versi 3.51
Abadi, Al Fairuz, Tanwîr al Miqbâs min Tafsir ibn
Abbas Beirut: Dâr al Kutub al ‘Ilmiyah, tt
Al Ashfahani, Raghib, Al Mufradât fî Gharîb al Quran,
Beirut: Dâr Al Qalam, 1412 H
Baqi, Muhammad Fuad Abdul, Al Mu’jam al Mufahras li
Alfâzh al Quran al Karim, Kairo: Dâr Al Kutub Al Mashriyah
Manzhur, Ibnu, Lisan al ‘Arabiy, Beirut: Dâr al
Shâdir, 1414 H
Al Qurthubi, Abu Abdullah, Al Jâmi’ li Ahkâm al
Quraniy (Tafsir Qurthubi), Kairo: Dâr al Kutub al Mashriyah, 1964
Al Shabuni, Muhammad Ali, Shafwah al Tafâsir, Kairo:
Dâr Al Shabuniy, 1997
Shihab, M. Quraisy, Tafsir al Mishbah, Jakarta: Lentera Hati, 2002
Al Thabari, Ibnu Jarir, Tafsir Thabari , Kairo: Muassasah al Risâlah, 2000
Al Zain, Muhammad Sabbam Rusydi, Al Mu’jam al Mufahras
li Ma’âni al Quran al ‘Azhim, Beirut: Dâr al Fikr, 1995
[1] Raghib Al Ashfahani, Al Mufradât
fî Gharîb al Quran, (Beirut: Dâr Al Qalam, 1412 H), Juz 1, hlm. 560
عرف:
المَعْرِفَةُ والعِرْفَانُ: إدراك الشيء بتفكّر وتدبّر لأثره، وهو
أخصّ من العلم، ويضادّه الإنكار
Al Ma’rifah yaitu mengetahui sesuatu dengan cara memikirkan
dan mendalami pengaruh seuatu hal, Ma’rifah lebih khusus dari Ilmu, antonimnya
adalah Al Inkâr.
[3]
Raghib Al Ashfahani, op.cit.,
Juz 1, hlm. 561
[5]
Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al
Mu’jam al Mufahras li Alfâzh al Quran al Karim, (Kairo: Dâr Al Kutub Al
Mashriyah), hlm. 458
[6] Muhammad Sabbam Rusydi al Zain, Al
Mu’jam al Mufahras li Ma’âni al Quran al ‘Azhim, (Beirut: Dâr al Fikr, 1995),
Juz 1, hlm. 1128
[7]
Ibnu Jarir al Thabari, Tafsir Thabari
(Kairo: Muassasah al Risâlah, 2000), juz 7, hlm.91
[8]
Ibid., juz 14, hlm. 338
[9]
Abu Abdullah al Qurthubi, Al Jâmi’ li Ahkâm al Quraniy (Tafsir
Qurthubi), (Kairo: Dâr al Kutub al Mashriyah, 1964), Juz 3, hlm. 228
[10]
Al Thabari, ibid., juz 5, hlm. 520
[11]
Al Thabari, ibid., juz 23, hlm. 340
[12]
Al Thabari, ibid., juz 4, hlm. 531
[14]
Al Thabari, ibid., juz 20, hlm. 139
[15]
Al Thabari, ibid., juz 7, hlm. 582
[16]
Al Fairuz Abadi, Tanwîr al Miqbâs
min Tafsir ibn Abbas (Beirut: Dâr al Kutub al ‘Ilmiyah, tt), hlm. 32
[17]
M. Quraisy Shihab, Loc.cit.,
Juz 1, hlm. 474
[18] Muhammad Ali Al Shabuni, Shafwah al
Tafâsir (Kairo: Dâr Al Shabuniy, 1997), juz 1, hlm. 244










Tidak ada komentar:
Posting Komentar